Jumat, 30 Desember 2011

WHO AM I?



Ternyata, merumuskan diri itu jauh lebih sulit dibanding memecahkan rumus-rumus dalam olimpiade fisika tujuh tahun silam. Kadang diperlukan perhitungan berulang-ulang untuk bisa memperoleh jawabannya. Apakah itu A, B, atau mungkin C. Sampai lelah. Bahkan kurasa ia lebih mirip senyawa kimia. Layaknya zat tunggal yang terdiri dari beberapa unsur yang saling terkait, ia adalah hasil dari beragam sifat dan karakter yang menyatu membentuk senyawa – “AKU”. Ya, inilah aku.

Aku yang kehilangan adik perempuan paling lucu – Mahasti Ramadita Putri – diusiaku yang kesepuluh. Andai Tuhan mengijinkan kita bertukar jantung, aku mau. Biar kau sanggup rasakan degupku, dan aku bisa kurangi sakitmu. Tapi bersyukurlah, karena di duniamu kini tak ada lagi rasa sakit.

Aku yang terlalu sering menangis – menangisi apapun – takdir, cinta, dan cita. Takdir yang terkadang sulit diterima, cinta yang belum tuntas di akhir cerita, dan cita yang tak wujud dalam nyata. Bahkan keadaan yang seringkali sulit untuk dicerna. Sampai orang berkata sifatku ini tak biasa. Mungkin aneh, tapi beginilah.

Aku yang terlalu payah untuk mengeja kata “happy ending” di setiap alur cerita yang kucipta. Berbekal keyakinan bahwa cerita “sad” itu lebih mudah memperoleh maknanya. Dan cerita “sad” itu, tak berarti picisan. Karena dalam keterpurukan, selalu ada kebangkitan. Karena dari kesedihan, kita mengenal kebahagiaan.

Aku yang sangat menyukai buah durian dari segala aspek – rasanya, baunya, semuanya. Durian kerap kali mengingatkanku dengan istilah “don’t judge a book by the cover” – membuatku untuk selalu belajar menilai orang lain berdasarkan kemampuan dan prestasinya, bukan hanya berdasar atas penampilan luar saja. Kulit durian yang tajam, namun buahnya yang manis dan teksturnya yang lembut mengajarkan kita bahwa dalam setiap kekurangan, selalu tersimpan kelebihan. Durian, si buah yang rendah hati dan “low profile”, namun tetap berprestasi.

Aku yang baru terbangun dan menyadari bahwa jalan ini bukan hanya jalan setapak yang lurus tanpa rintangan. Dan ketahuilah, seseorang memiliki jalan hidupnya masing-masing. Di setiap jalan itu, selalu ada pilihan yang harus kau perhitungkan. Dan dari pilihan itu, kau akan belajar untuk menjadi bijaksana. Bijaksana dalam menentukan pilihan, bijaksana untuk menerima, dan bijaksana dalam menghadapi pilihanmu dengan segala konsekuensinya. Bukan lari dari kenyataan yang harus kau hadapi.

Aku yang kini telah berani merubah arah cita-cita yang bahkan dulu menjadi obsesi terbesar dalam hidupku. Untuk bisa bermanfaat bagi orang lain tak harus menjadi dokter kan? Lucu sekali, baru kusadari sempitnya pemikiranku kala itu. Dan waktu kini telah membuka lebar pandanganku bahwa masuk HI tak lantas membuat impian masa depanku mati. Lagipula, janganlah kita terlalu susah memikirkan masa depan, tapi jalanilah apa yang kita hadapi sekarang. Berikan yang terbaik dengan segala ketulusan yang kau punya, maka masa depan yang cerah akan menghampirimu dengan caranya.

Akhirnya, itulah dia sekelumit penjabaran mengenai rumus-rumus yang selama ini berusaha membangun wujudku. Dan Belajar, belajar, belajar adalah hal yang akan terus aku lakukan dalam setiap berjalannya waktu untuk menciptakan kehidupan yang lebih baik bagiku, keluargaku, agamaku, bangsaku, dan dunia beserta alam raya ciptaan-Nya.

Dinar Prisca Putri (Gadis penyuka warna ungu yang kini telah memiliki cita-cita baru – bekerja di UNICEF dan membantu anak-anak yang kelaparan di Afrika dan tempat-tempat lain di dunia – sebelum membuang sisa makanan di mangkuk anda, pikirkanlah anak-anak yang kelaparan di luar sana)



Bojonegoro, 30 Desember 2011