Jumat, 30 Desember 2011

WHO AM I?



Ternyata, merumuskan diri itu jauh lebih sulit dibanding memecahkan rumus-rumus dalam olimpiade fisika tujuh tahun silam. Kadang diperlukan perhitungan berulang-ulang untuk bisa memperoleh jawabannya. Apakah itu A, B, atau mungkin C. Sampai lelah. Bahkan kurasa ia lebih mirip senyawa kimia. Layaknya zat tunggal yang terdiri dari beberapa unsur yang saling terkait, ia adalah hasil dari beragam sifat dan karakter yang menyatu membentuk senyawa – “AKU”. Ya, inilah aku.

Aku yang kehilangan adik perempuan paling lucu – Mahasti Ramadita Putri – diusiaku yang kesepuluh. Andai Tuhan mengijinkan kita bertukar jantung, aku mau. Biar kau sanggup rasakan degupku, dan aku bisa kurangi sakitmu. Tapi bersyukurlah, karena di duniamu kini tak ada lagi rasa sakit.

Aku yang terlalu sering menangis – menangisi apapun – takdir, cinta, dan cita. Takdir yang terkadang sulit diterima, cinta yang belum tuntas di akhir cerita, dan cita yang tak wujud dalam nyata. Bahkan keadaan yang seringkali sulit untuk dicerna. Sampai orang berkata sifatku ini tak biasa. Mungkin aneh, tapi beginilah.

Aku yang terlalu payah untuk mengeja kata “happy ending” di setiap alur cerita yang kucipta. Berbekal keyakinan bahwa cerita “sad” itu lebih mudah memperoleh maknanya. Dan cerita “sad” itu, tak berarti picisan. Karena dalam keterpurukan, selalu ada kebangkitan. Karena dari kesedihan, kita mengenal kebahagiaan.

Aku yang sangat menyukai buah durian dari segala aspek – rasanya, baunya, semuanya. Durian kerap kali mengingatkanku dengan istilah “don’t judge a book by the cover” – membuatku untuk selalu belajar menilai orang lain berdasarkan kemampuan dan prestasinya, bukan hanya berdasar atas penampilan luar saja. Kulit durian yang tajam, namun buahnya yang manis dan teksturnya yang lembut mengajarkan kita bahwa dalam setiap kekurangan, selalu tersimpan kelebihan. Durian, si buah yang rendah hati dan “low profile”, namun tetap berprestasi.

Aku yang baru terbangun dan menyadari bahwa jalan ini bukan hanya jalan setapak yang lurus tanpa rintangan. Dan ketahuilah, seseorang memiliki jalan hidupnya masing-masing. Di setiap jalan itu, selalu ada pilihan yang harus kau perhitungkan. Dan dari pilihan itu, kau akan belajar untuk menjadi bijaksana. Bijaksana dalam menentukan pilihan, bijaksana untuk menerima, dan bijaksana dalam menghadapi pilihanmu dengan segala konsekuensinya. Bukan lari dari kenyataan yang harus kau hadapi.

Aku yang kini telah berani merubah arah cita-cita yang bahkan dulu menjadi obsesi terbesar dalam hidupku. Untuk bisa bermanfaat bagi orang lain tak harus menjadi dokter kan? Lucu sekali, baru kusadari sempitnya pemikiranku kala itu. Dan waktu kini telah membuka lebar pandanganku bahwa masuk HI tak lantas membuat impian masa depanku mati. Lagipula, janganlah kita terlalu susah memikirkan masa depan, tapi jalanilah apa yang kita hadapi sekarang. Berikan yang terbaik dengan segala ketulusan yang kau punya, maka masa depan yang cerah akan menghampirimu dengan caranya.

Akhirnya, itulah dia sekelumit penjabaran mengenai rumus-rumus yang selama ini berusaha membangun wujudku. Dan Belajar, belajar, belajar adalah hal yang akan terus aku lakukan dalam setiap berjalannya waktu untuk menciptakan kehidupan yang lebih baik bagiku, keluargaku, agamaku, bangsaku, dan dunia beserta alam raya ciptaan-Nya.

Dinar Prisca Putri (Gadis penyuka warna ungu yang kini telah memiliki cita-cita baru – bekerja di UNICEF dan membantu anak-anak yang kelaparan di Afrika dan tempat-tempat lain di dunia – sebelum membuang sisa makanan di mangkuk anda, pikirkanlah anak-anak yang kelaparan di luar sana)



Bojonegoro, 30 Desember 2011

Senin, 14 November 2011

PERINGKAT ANALISIS

Level of analysis is a product from scientivic revolution. Dengan kata lain, ia adalah produk pada tahun 1970an, dimana yang paling dominan adalah revolusi struktural, karena fenomena yang sering muncul pada masa itu adalah berupa isu-isu struktural, seperti negara, pemimpin, atau kelompok-kelompok tertentu. Namun pada sekarang ini tidak demikian, karena tidak semua bisa diklasifikasikan secara jelas. Misalnya MNCs yang merupakan fenomena baru, harus diklasifikasikan dalam kategori apa? Apakah negara, individu, atau yang lain? Hal ini kemudian mendapat kritikan dari beberapa pengamat, karena dinilai sudah tidak relevan lagi. Namun meskipun demikian tentu peringkat analisis tersebut tetap memiliki peran dan fungsi dalam menentukan apa variabel dependence dan independence, serta apa unit analisis dan apa unit eksplanasinya, dimana hal tersebut mutlak dilakukan. Faktanya, tidak ada kewajiban untuk menggunakan level of analysis di sebuah penelitian, hanya saja penggunaannya penting demi menentukan fokus penelitian itu sendiri.

Pada dasarnya, peringkat analisis adalah suatu proses untuk menetapkan unit analisis dan unit eksplanasi. Unit analisis ini bisa juga disebut sebagai variabel dependen, yaitu varibel yang keberadaannya dipengaruhi oleh variabel lainnya (sebagai variabel Y) (Silalahi, 2006: 123). Sementara, unit eksplanasi bisa juga disebut sebagai variabel independen, yaitu variabel yang keberadaannya mempengaruhi variabel dependen (sebagai variabel X) (Silalahi 2006: 122). Penggunaan level of analysis itu sendiri tergantung pada apakah kita bisa menentukan level of analysis berupa unit analisis dan unit eksplanasi dari fenomena yang hendak diteliti. Selain itu, boleh sebenarnya menggunakan lebih dari satu tingkat analisis, namun hasilnya tidak akan fokus, karena dibutuhkan suatu metode yang dapat mengunci penelitian kita agar tidak cenderung melebar kemana-mana.

Sumber:
Kuliah Metode Analisis HI (14 November 2011) oleh A. Safril Mubah

Minggu, 06 November 2011

MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA

Oleh: Dinar Prisca Putri (070912068)


Hermann dan Perlmutter mengembangkan sebuah model yang mempertimbangkan empat strategi kompetitif (home replication, multidomestik, global atau transnasional) untuk menentukan apakah pendekatan organisasi bagi manajemen sumber daya manusia harus etnosentris, polisentris, regiosentris, atau geosentris (Wild, 2008: 542). Etnosentris terkait dengan membawa dan mempromosikan karyawan berdasarkan bingkai negara asal dengan perusahaan induk sebagai acuan. Polisentris terkait dengan mempekerjakan dan mempromosikan karyawan berdasarkan konteks lokal tertentu di mana anak perusahaan (subsidiari) beroperasi. Regiosentris terkait dengan mempekerjakan dan mempromosikan karyawan berdasarkan konteks regional tertentu di mana anak perusahaan beroperasi. Sedangkan geosentris yang digunakan di sini, berkaitan dengan mempekerjakan dan mempromosikan karyawan berdasarkan kemampuan serta pengalaman tanpa mempertimbangkan ras atau kewarganegaraan. Selanjutnya, bersama dengan keputusan itu, para karyawan yang digunakan dalam organisasi dapat diklasifikasikan ke dalam salah satu dari tiga kategori, yaitu (1) warga negara asal atau warga negara induk (PCNs); (2) warga negara tuan rumah (HCNs), dan (3) warga negara ketiga (TNC) (Wild, 2008: 542).

Perekrutan dan seleksi karyawan, sering disebut sebagai staffing, di mana harus ditentukan dengan cara yang konsisten dengan salah satu dari empat pendekatan manajemen sumber daya manusia. Perusahaan dengan orientasi strategi internasional yang utama (ditandai dengan tekanan rendah untuk pengurangan biaya dan tekanan rendah untuk respon lokal) dapat mengadopsi kebijakan kepegawaian etnosentris. Dalam pendekatan ini, sebagian besar keputusan dibuat di markas besar, dengan menggunakan kerangka negara asal (Wild, 2008: 542). Ketika orientasi utama strategis perusahaan adalah multidomestiknya, dengan tekanan rendah untuk pengurangan biaya dan tekanan tinggi untuk respon lokal, pendekatan polisentris dapat digunakan, di mana melibatkan kebijakan sumber daya manusia yang diciptakan pada tingkat lokal dalam konteks tertentu di mana operasi lokal beroperasi (Wild, 2008: 545).
Perusahaan dengan pendekatan strategis regional, dengan tekanan sedikit lebih tinggi untuk pengurangan biaya dan tekanan sedikit lebih rendah untuk respon lokal dari strategi multidomestiknya, dapat menggunakan pendekatan regiosentris (Wild, 2008: 546). Dalam pendekatan ini, karyawan daerah yang dipilih untuk posisi kunci di kawasan, menggunakan berbagai HCNs dan TNC. Perusahaan dengan orientasi strategis transnasional, didorong secara bersamaan oleh tekanan tinggi untuk pengurangan biaya dan tekanan tinggi untuk respon lokal, mengikuti kebijakan staf geosentris (Wild, 2008: 547). Organisasi-organisasi ini memilih orang terbaik untuk pekerjaan masing-masing tanpa mempertimbangkan asal-usul kebangsaan dan karena itu dapat memanfaatkan keuntungan dari setiap kebijakan kepegawaian.

Sementara mengenai penyeleksian dan pelatihan agak beragam, dimana hal tersebut bergantung pada apakah kandidat berasal dari negara asal, negara tuan rumah, atau negara ketiga. Umumnya sedikit lulusan perguruan tinggi yang baru lulus langsung direkrut ke luar negeri. Biasanya mereka menghabiskan beberapa tahun terlebih dahulu di perusahaan domestik (induk) kemudian masuk ke operasi internasional perusahaan. Bila perusahaan merasa mungkin akan mengirim pekerja negara asal ke luar negeri, maka perusahaan akan menuntut mereka untuk mempelajari bahasa dan budaya dari negara tujuan mereka (Wild, 2008: 547). Penduduk negara asal dengan pengalaman luar negeri yang baru direkrut mungkin menjalani masa pelatihan yang mirip tetapi lebih pendek (Wild, 2008: 547).

Kriteria umum dalam menyeleksi pekerja-pekerja negara asal juga diterapkan pada warga negara tuan rumah. Bagaimanapun juga, biasanya pelatihan bagi penduduk negara tuan rumah akan berbeda dengan pelatihan bagi penduduk di negara asal karena penduduk tuan rumah kemungkinan besar kurang memiliki pengetahuan mengenai teknik bisnis terkini dan mengenai perusahaan (Ball, 2007: 389). Sedangkan merekrut personel yang bukan merupakan penduduk negara asal ataupun negara tuan rumah sering kali menguntungkan. Penduduk negara ketiga mungkin menerima gaji dan keuntungan yang lebih rendah, daripada pekerja negara asal, dan mereka mungkin datang dari negara yang kebudayaannya mirip dengan negara tuan rumah (Wild, 2007: 549).
Ekspatriat dapat diartikan sebagai seseorang yang tinggal di luar negara asal, salah satunya bisa atas alasan pekerjaan. Bagaimanapun, penugasan pekerjaaan ke luar negeri tersebut dapat menjadi tiket menuju kejayaan, jika dapat mengambil langkah yang tepat sebelum mulai bergerak. Sebaiknya aturlah semua itu dengan seseorang yang memiliki posisi yang cukup tinggi dalam hierarki perusahaan untuk menjadi penasihat anda. Orang tersebut harus terus memberikan saran dan informasi mengenai perubahan dan perkembangan yang terjadi di perusahaan asal, tetap mempertimbangkan posisi anda, dan tidak melupakan anda begitu saja di sana (Wild, 2008: 541). Sebelum mengambil pekerjaan tersebut, anda harus mengerti apa sebenarnya yang perusahaan harapkan untuk diselesaikan.

Tidak menutup kemungkinan bahwa perusahaan akan melupakan atau tidak menghargai anda, meskipun semua usaha dan tindakan pencegahan sudah dilakukan. Oleh karena itu, anda harus pintar-pintar mengambil keuntungan dari penugasan anda ke luar negeri, seperti dengan melakukan pekerjaan dengan sebaik-baiknya, mempelajari pasar yang baru, menambah kefasihan berahasa sehingga memudahkan dalam berkomunikasi dan mempelajari budaya, serta membuat jaringan kerja (Ball, 2007: 393). Hal-hal tersebut dengan demikian akan membuat anda bernilai di mata perusahaan-perusahaan lain dan membuat mereka menyadari keberadaan anda.
Sembilan dari sepuluh kegagalan ekspatriat berkaitan dengan keluarga. Pasangan suami istri yang tidak bahagia adalah alasan terbesar bagi para pekerja untuk meminta pulang lebih awal, dan biaya perpindahan eksekutif tingkat tinggi dapat mencapai ratusan ribu dolar (Wild, 2008: 551). Permasalahan ini yang kemudian membuat perusahaan mulai mempersiapkan dan membantu keluarga-keluarga ekspatriat. Bantuan yang diberikan bisa berupa pelatihan budaya dan bahasa dari negara tuan rumah, bantuan dalam pencarian rumah, dan bagi mereka yang baru pindah dapat diberikan bantuan berupa kesempatan berbelanja kebutuhan sehari-hari dan perabot rumah tangga dengan penduduk lokal atau para ekspat yang telah berada di negara tuan rumah terlebih dahulu (Bull, 2007: 393-394).

Mengenai pelatihan bahasa, para pengguna bahasa Inggris cenderung terjebak dalam jebakan bahasa, yaitu situasi dimana seseorang yang melakukan bisnis internasional hanya dapat berkomunikasi dengan menggunakan bahasa dari negara asalnya sendiri (Wild, 2008: 553). Padahal seperti yang kita ketahui bahwa bahasa Inggris telah menjadi lingua franca atau bahasa kedua bagi semua orang di dunia (Wild, 2008: 553). Dapat dikatakan bahwa posisi tertinggi di dunia modern seperti sekarang ini dipegang oleh orang-orang yang fasih dalam berbahasa internasional dan mengerti bahasa yang bukan merupakan bahasa mereka. Namun hal tersebut tidak berarti menunjukkan bahwa bahasa Inggris telah menguasai kehidupan Eropa. Menurut Uni Eropa, hanya 47 persen dari orang Eropa Barat (termasuk Inggris dan Inrlandia) yang mampu berbahasa Inggris dengan cukup baik untuk dapat digunakan dalam sebuah pembicaraan (Ball, 2007: 396).
Bagaimana dengan kompensasi? Menyusun sebuah rancangan kompensasi yang adil dan konsisten, namun tidak berlebihan dalam memberikan kompensasi terhadap eksekutif luar negeri adalah sebuah tugas yang menantang dan kompleks. Praktik pemberian gaji yang sama bagi warga negara asal dan rekan dalam negeri mereka, memberikan konsistensi yang sama di seluruh dunia untuk bagian dari paket kompensasi ini (Ball, 2007: 404). Karena penggunaan warga negara ketiga yang meningkat, pekerja-pekerja tersebut biasanya diperlakukan dengan cara yang sama. Di negara-negara yang mengharuskan adanya bonus tahunan dan uang saku bagi penduduknya, warga lokal mungkin menerima gaji yang tampak lebih tinggi daripada yang dibayarkan kepada ekspatriat, walaupun perusahaan biasanya memberi pembayaran ekstra untuk mencegah ketertinggalan ekspatriat dalam hal ini (Ball, 2007: 404).

Bentuk kompensasi lainnya adalah berupa uang saku dan bonus. Uang saku adalah kompensasi bagi para pekerja yang ditambahkan ke gaji pokok, karena adanya pengeluaran lebih ketika harus tinggal di luar negeri (Ball, 2007: 405). Uang saku yang paling umum diberikan adalah untuk tempat tinggal, biaya hidup, perbedaan pajak, pendidikan dan perpindahan. Sedangkan bonus tidak seperti uang saku. Bonus merupakan kompensasi bagi para pekerja ekspatriat yang ditambahkan ke gaji pokok dan uang sakunya, karena adanya kesulitan hidup, ketidaknyamanan, atau bahaya yang harus dihadapinya (Ball, 2007: 407). Bonus tersebut mencakup premium luar negeri, pembayaran atas pemutusan kontrak, dan izin pulang ke negara asal.
Sementara itu di satu sisi, paket kompensasi bisa menjadi sesuatu yang lebih rumit. Paket kompensasi bagi para ekspatriat dapat mencakup banyak jenis pembayaran atau penggantian biaya, dan harus mempertimbangkan nilai tukar serta inflasi (Ball, 2007: 408). Semua uang saku dan suatu presentase dari gaji pokok biasanya dibayarkan dalam mata uang negara tuan rumah. Alasan mengapa dilakukan praktik demikian adaah untuk mengurangi bagian lokal dari gajinya, sehingga menurunkan pajak penghasilan di negara tuan rumah (Ball, 2007: 408). Selain itu karena para pekerja ekspatriat memiliki banyak pengeluaran yang harus dibayar dalam mata uang negara asalnya (Ball, 2007: 408). Karena kebanyakan kompensasi untuk para ekspatriat biasanya dihitung dalam mata uang negara tuan rumah, tetapi disesuaikan dengan mata uang negara asal untuk keperluan penyetaraan kompensasi di seluruh perusahaan, suatu nilai tukar mata uang juga harus dipilih. Permasalahan yang sulit diselesaikan biasanya muncul di negara-negara yang menerapkan pengendalian pertukaran dan mata uangnya tidak dapat dikonversikan (Ball, 2007: 409).

Dalam semua pembahasan ini, telah dijelaskan mengenai kompensasi bagi para ekspatriat yang diberikan status internasional. Hanya karena berasal dari negara lain, tidak secara otomatis memberikan pekerja semua keuntungan yang ada (Ball, 2007: 411). Terkadang perusahaan mempromosikan pekerja tuan rumah untuk mendapatkan status internasional walau tanpa memindahkan mereka. Hal ini berarti memberikan penghargaan pada orang-orang yang bernilai tinggi bagi perusahaan dan mencegah mereka meninggalkan perusahaan untuk mencari pekerjaan yang lebih baik di tempat lain. Oleh karena itu, status internasional berarti diberikan beberapa atau semua uang saku dan bonus seperti yang telah dibahas, serta bisa saja terdapat pembayaran lain, tergantung pada kondisi individu dan imajinasi masyarakat (Ball, 2007: 412).

Pada akhirnya dapat ditarik kesimpulan bahwa pengetahuan tentang bahasa suatu kelompok masyarakat merupakan hal yang sangat mendasar untuk mengerti kebudayaannya dan mengetahui apa yang sedang terjadi, sebagaimana yang harus dilakukan oleh setiap manajer yang efektif. Eksekutif suatu perusahaan internasional mungkin bersumber dari negara asal, negara tuan rumah, atau negara ketiga. Sementara perbedaan kebudayaan, bahasa, kemampuan dan pengalaman mereka dapat memperkuat manajemen perusahaan. Di lain pihak, semakin banyaknya jumlah keluarga dengan dua karier akan menambah kerumitan dalam mengakomodasikan pasangan seorang eksekutif yang dipindah ke negara lain. Oleh karena itu, paket-paket kompensasi manajer ekspatriat juga dapat menjadi sangat rumit. Di antara sumber-sumber kerumitannya adalah fluktuasi nilai tukar mata uang dan perbedaan laju inflasi. Elemen-elemen dasar dari paket-paket kompensasi tersebut adalah gaji, uang saku, dan bonus.

Daftar Pustaka:
Ball, Donald E. 2007. International Business: Bisnis Internasional, Tantangan Persaingan Persaingan Global. Jakarta: Penerbit Salemba Empat.
Wild, John J., Wild, Kenneth L., & Han, Jerry C. Y. 2008. “International Strategy and Organization” dalam International Business: The Challenges of Globalization. New Jersey: Pearson Prentice Hall.

DESAIN DAN KONTROL ORGNISASI

Oleh: Dinar Prisca Putri (070912068)

Desain organisasi pada umumnya selalu mengikuti perencanaan karena organisasi harus menerapkan rencana strategisnya. Proses perencanaan tersebut yang akhirnya dapat menyebabkan pengubahan organisasi karena seringkali dipengaruhi oleh lingkungan eksternal dan kuat lemahnya suatu perusahaan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa perencanaan dan organisasi berkaitan erat satu sama lain, sehingga struktur orgnaisasi diperlakukan sebagai bagian yang integral dari proses perencanaan. Dalam mendesain struktur organisasi tersebut, manajemen dapat mengalami dua macam keprihatinan, yaitu (1) harus menemukan cara yang paling efektif untuk melakukan departementalisasi guna memanfaatkan efisiensi yang diperoleh dari spesialisasi tenaga kerja; dan (2) harus mengkoordinasi aktivitas dari departemen-departemen tersebut, guna membantu perusahaan mencapai tujuannya secara keseluruhan (Ball, 2007: 195).

Ketika aktivitas luar negeri suatu perusahaan berubah, organisasinya juga seringkali ikut berubah. Jika operasi luar negeri suatu perusahaan dinilai semakin penting dan semakin luas lingkupnya, kebnayakan manajemen merasakan kebutuhan untuk menghilangkan divisi internasional dan mendirikan organisasi tingkat dunia berdasarkan produk, kawasan atau fungsi (Ball, 2007: 196). Manajemen yang beralih pada struktur organisasi seperti ini, umumnya akan merasa (1) menjadi lebih mampu untuk mengembangkan strategi kompetitif untuk menghadapi persaingan global; (2) memperoleh biaya produksi yang lebih rendah dengan mempromosikan standardisasi produk dan rasionalitas manufaktur di seluruh dunia; serta (3) meningkatkan transfer teknologi dan alokasi dari sumber daya perusahaan (Ball, 2007: 195).

Bentuk perusahaan, diantaranya berupa perusahaan global-produk, perusahaan global-wilayah geografis, perusahaan global-fungsi, bentuk hibrida, organisasi matriks. Dalam struktur perusahaan yang berbentuk global-produk biasanya divisi produk domestik telah diberikan tanggung jawab atas operasi lini (Wild, 2008: 390). Dalam bentuk global saat ini, divisi produk bertanggung jawab atas operasi di tingkat dunia, seperti pemasaran dan produksi produk yang beradaa dalam kendalinya, dimana setiap divisi umumnya memiliki pakar wilayah. Sementara bentuk perusahaan global-wilayah geografis, dimana perusahaan-perusahaan yang wilayah regionalnya merupakan basis utama bagi divisi, meletakkan tanggung jawabnya atas seluruh aktivitas kepada manajer area yang melapor langsung ke CEO (Wild, 2008: 291). Dalam organisasi jenis ini, setiap negara di dunia jelas berada di bawah kendali seseorang yang berhubungan langsung dengan kantor pusat. Orgaisasi ini digunkan, baik oleh perusahaan multinasional maupun perusahaan global (Wild, 2008: 391).

Selain kedua bentuk sebelumnya, beberapa perusahaan juga diorganisasikan berdasarkan fungsinya di tingkat puncak. Perusahaan jenis tersebut yakin bahwa keahlian fungsional tingkat dunia adalah lebih signifikan bagi perusahaan dibandingkan dengan pengetahuan produk atau area (Wild, 2008: 392). Dalam jenis organisasi ini, mereka yang melapor ke CEO adalah eksekutif senior yang bertanggung jawab atas setiap bidang fungsional (pemasaran, produksi, keuangan). Sementara dalam organisasi hibrida, bauran dari bentuk-bentuk organisasi digunakan pada tingkat puncak dan bisa ada atau tidak ada di tingkatan yang lebih rendah. Kombinasi semacam itu seringkali merupakan hasil dari perusahaan yang diorganisasikan secara regional yang telah memproduksi lini produk baru dan berbeda, sehingga manajemen yakin bahwa hal tersebut paling baik ditangani oleh divisi produk tingkat dunia (Wild, 2008: 393).

Sedangkan organisasi matriks telah berevolusi menjadi usaha manajemen untuk mambaurkan keahlian dalam hal produk, wilayah dan fungsional, namun masih mempertahankan garis wewenang yang jelas. Bentuk organisasi ini disebut matriks karena organisasi didasarkan pada satu atau dua dimensi, digabungkan dengan organisasi yang didasarkan pada dimensi lain. Pada dasarnya, organisasi matriks adalah suatu struktur organisasi yang terdiri atas satu atau lebih struktur organisasional yang digabungkan dalam suatu usaha untuk mencampurkan keahlian produk, regional, fungsional dan keahlian lainnya (Wild, 2008: 393). Namun organisasi matriks ini sendiri tidak terlepas dari suatu permasalahan, dimana dua atau tiga manajer (jika matriks tersebut adalah matriks tiga dimensi) harus menyetujui suatu keputusan. Hal ini tentu saja dapat mengarah pada kompromi yang kurang optimal, respon yang tertunda dan politik kekuasaan, dimana lebih banyak perhatian diberikan pada proses dibandindingkan pada permasalahan yang ada (Wild, 2008: 394).

Di samping lima bentuk organisasi yang telah dijelaskan di atas, terdapat dua bentuk organisasi yang sekarang menerima perhatian dari banyak CEO, yaitu perusahaan virtual (maya) dan perusahaan horizontal. Perusahaan virtual yang juga disebut sebagai perusahaan jaringan adalah suatu organisasi yang mengoordinasikan aktivitas ekonomi untuk memberikan nilai bagi pelanggan menggunakan sumber daya di luar batasan-batasan tradisional dari organisasi (Wild, 2008: 395). Dengan kata lain, organisasi tersebut sampai pada titik tertentu mengandalkan pihak ketiga untuk melakukan bisnisnya. Sementara bentuk organisasi lainnya, yaitu perusahaan horizontal telah diadopsi oleh beberapa perusahaan global besar yang berorientasi pada teknologi dalam industri-industri yang sangat kompetitif seperti elektronik dan komputer (Wild, 2008: 397). Organisasi ini juga disebut sebagai “antiorganisasi” karena para perancangnya berusaha untuk menghilangkan hambatan-hambatan yang diakibatkan oleh struktur organisasi konvensional (Wild, 2008: 397). Dalam suatu perusahaan horizontal, karyawan di seluruh dunia menciptakan, membangun, dan memasarkan produk perusahaan melalui sistem saling keterkaitan yang ditanamkan dengan hati-hati.

Lantas bagaimana kelangsungan hidup perusahaan memasuki abad ke-21? Setiap perusahaan yang berhasil, menggunakan kontrol untuk merealisasikan rencananya, mengevaluasi efektivitasnya, membuat koreksi yang diinginkan dan mengevaluasi, serta menghargai atau mengoreksi kinerja eksekutif (Wild, 2008: 397). Masalah-masalah menjadi lebih rumit bagi suatu perusahaan internasional, dibandingkan dengan perusahaan yang hanya beroperasi di satu negara saja. Sebab-sebab yang memperumit masalah tersebut dapat meliputi bahasa, budaya dan sikap yang berbeda; mata uang, biaya tenaga kerja dan ukuran pasar yang berbeda; stabilitas politik dan keamanan yang berbeda; dan lain sebagainya (Wild, 2008: 397). Karena alasan-alasan itulah, perusahaan internasional lebih membutuhkan kontrol dibandingkan dengan perusahaan domestik.

Di lain pihak, sering sekali mendengar bahwa istilah anak perusahaan (subsidiary) dan perusahaan afiliasi (affiliates) digunakan secara bergantian. Oleh karena itu, pertama-tama harus diperiksa terlebih dahulu apakah kontrol dilakukan di anak perusahaan atau perusahaan afiliasi yang 100 persen dimiliki oleh perusahaan induk (Wild, 2008: 398). Hal ini dilakukan untuk menghindari komplikasi tambahan dari usaha patungan (joint venture) atau anak perusahaan yang tidak 100 persen dimiliki perusahaan induk. Lalu dimana keputusan diambil? Terdapat tiga kemungkinan, dimana dua diantaranya, seluruh keputusan diambil di kantor pusat dari perusahaan internasional atau ditingkat anak perusahaan. Terdapat beberapa variabel yang signifikan untuk menentukan keputusan yang mana di ambil dimana, yaitu berdasarkan (1) produk dan peralatan; (2) kompetensi dari manajemen anak perusahaan dan sejauh mana manajemen tersebut dapat diandalkan oleh kantor pusat perusahaan internasional; (3) ukuran dari perusahaan internasional dan seberapa lama hal tersebut dilakukan; (4) kerugian anak perusahaan demi keuntungan perusahaan; dan (5) frustasi anak perusahaan (Wild, 2008: 399).

Seluruh alasan untuk mengambil keputusan di kantor pusat perusahaan internasional, di kantor pusat anak perusahaan atau secara kooporatif berlaku dalam situasi joint venture. Tetapi masalahnya, kantor pusat hampir tidak pernah memiliki kebebasan dan fleksibilitas untuk bertindak dalam joint venture, sebagaimana di anak perusahaan dengan kepemilikan 100 persen (Wild, 2008: 402). Sementara mengenai kontrol yang dimiliki, jika kurang dari 50 persen saham dengan hak suara dan bahkan tanpa saham dengan hak suara, suatu perusahaan dapat memiliki kontrol. Beberapa metode untuk mempertahankan kontrol adalah berupa kontrak manajemen, pengendalian keuangan, pengendalian teknologi, dan penempatan orang-orang dari perusahaan internasional dalam posisi eksekutif penting (Wild, 2008: 403). Selain itu agar kontrol menjadi efektif, seluruh unit operasi dari suatu perusahaan internasional harus menyediakan laporan kepada kantor pusat tepat waktu, akurat, dan lengkap. Beberapa di antara jenis pelaporan yang diharuskan adalah berupa laporan keuangan, teknologi, peluang pasar, serta politik dan ekonomi (Wild, 2008: 403).

Di awal telah dibahas mengenai kontrol dalam kelompok perusahaan internasional yang terdiri atas induk perusahaan, anak perusahaan (subsidiary), perusahaan afiliasi, dan joint venture. Dapat disimpulkan bahwa hal tersebut tentu berkaitan dengan dimana keputusan diambil untuk beragam jenis subjek dalam situasi yang berbeda. Pelaporan yang tepat waktu dan kaurat kepada induk perusahaan diperlukan demi keberhasilan kelompok perusahaan internasional. Dapat dikatakan bahwa tren dalam bidang kontrol ini mengarah pada pengambilan keputusan yang tersentralisasi, dimana lebih banyak keputusan diambil oleh induk perusahaan.

Daftar Pustaka:
Ball, Donald E. 2007. International Business: Bisnis Internasional, Tantangan Persaingan Persaingan Global. Jakarta: Penerbit Salemba Empat.
Wild, John J., Wild, Kenneth L., & Han, Jerry C. Y. 2008. “International Strategy and Organization” dalam International Business: The Challenges of Globalization. New Jersey: Pearson Prentice Hall.

STRATEGI INTERNASIONAL DAN ORGANISASI

Oleh: Dinar Prisca Putri (070912068)

Untuk berhasil dalam persaingan pasar globlal sekarang ini, suatu perusahaan tentunya harus mampu mengatur perencanaan strategisnya secara cermat demi menghadapi tantangan-tantangan global yang ada di depan mata. Apa yang dimaksud dengan strategi internasional itu sendiri? Strategi internasional berkaitan dengan cara perusahaan membuat pilihan-pilihan fundamental mengenai pengembangan dan penggunaan sumber daya yang langka secara internasional (Porter, 1996: 61). Keefektifan strategi internasional suatu perusahan dapat dilihat dari seberapa konsisten antara fungsi, produk, dan unit regional perusahaan dengan tuntunan dari lingkungan internasional yang semakin kompetitif. Sasaran dari strategi internasional adalah untuk mencapai dan mempertahankan posisi kompetitif yang unik dan bernilai baik di dalam suatu negara maupun secara global, posisi yang disebut sebagai keunggulan kompetitif atau competitive advantage (Ball, 2007: 169). Keunggulan kompetitif tersebut perlu dikembangkan untuk menghadapi beragam tantangan, baik dalam hal sumber daya, waktu, bakat, dan uang yang tergolong langka.

Tantangan-tantangan itu membuat banyak perusahaan merasa perlu adanya suatu perencanaan strategis global secara formal untuk mengidentifikasi peluang dan ancaman yang ada, serta strategi untuk menanggulanginya. Dalam hal ini, perusahaan perlu menetapkan tujuannya. Tujuan dapat mengarahkan tindakan perusahaan, menjaganya agar tetap berada dalam batasan visi dan misinya, serta memastikan bahwa keberadaan perusahaan akan terus berlanjut (Ball, 2007: 177). Bagaimana tujuan ini akan dicapai ditentukan oleh formulasi strategi. Pada umumnya, peserta dalam proses perencanaan strategis akan memformulasikan strategi kompetitif dengan mempertimbangkan arah yang diambil oleh lingkungan eksternalnya. Strategi kompetitif itu sendiri adalah rencana tindakan untuk memungkinkan perusahaan atau organisasi dalam mencapai tujuannya. (Ball, 2007: 179).

Perusahaan pada dasarnya memiliki dua strategi berbeda yang dapat digunakan untuk bersaing secara internasional, yaitu strategi multinasional dan strategi global. Strategi multinasional cenderung digunakan ketika terdapat tekanan yang kuat terhadap perusahaan untuk menyesuaikan produk atau jasanya dengan pasar lokal (Ball, 2007: 181). Dalam hal ini, pengambilan keputusan cenderung didesentralisasi untuk memungkinkan perusahaan memodifikasi produknya dan merespon secara cepat terhadap persaingan dan permintaan lokal (Ball, 2007: 181).
Sementara itu, jika strategi global sering digunakan ketika perusahaan cenderung menghadapi tekanan yang kuat untuk mengurangi biaya dan tekanan yang terbatas untuk menyesuaikan produknya dengan pasar lokal (Ball, 2007: 180). Strategi ini umum digunakan pada industri-industri seperti semikonduktor atau pesawat terbang komersial besar. Dibalik itu semua, strategi global juga menghadapi tantangan seperti keterbatasan kemampuan untuk menyesuaikan dengan cepat terhadap perubahan kebutuhan pelanggan lintas pasar nasional atau regional dan meningkatnya biaya tarif dan transportasi akibat kegiatan ekspor produk dari lokasi produksi yang tersentralisasi (Ball, 2007: 181).

Perusahaan yang terlibat lebih dari satu bisnis, pertama harus merumuskan strategi tingkat korporasi. Ini berarti mengidentifikasi pasar nasional dan industri di mana perusahaan akan beroperasi. Hal ini juga meliputi pengembangan tujuan keseluruhan untuk unit perusahaan bisnis yang berbeda dan menentukan peran setiap unit yang akan bermain dalam mencapai tujuan tersebut (Wild, 2008: 309). Selain menetapkan strategi perusahaan secara keseluruhan, manajer juga harus merumuskan dan memisahkan strategi tingkat bisnis untuk setiap unit bisnis. Hal ini terjadi ketika strategi tingkat bisnis dan strategi tingkat perusahaan adalah satu dan sama karena perusahaan yang terlibat hanya dalam satu bidang usaha (Wild, 2008: 310). Kunci untuk mengembangkan strategi tingkat bisnis yang efektif adalah memutuskan strategi kompetitif umum di pasar.

Beralih ke struktur organisasi. Struktur organisasi sendiri adalah cara di mana perusahaan membagi kegiatan di antara unit-unit terpisah dan mengkoordinasikan kegiatan antar unit-unit (Wild, 2008: 313). Jika struktur organisasi perusahaan sesuai untuk rencana strategis, akan lebih efektif dalam bekerja menuju tujuannya. Kita akan menjelajahi beberapa isu terkait dengan struktur organisasi dan memeriksa beberapa alternatif bentuk organisasi. Sebuah isu penting untuk manajer puncak adalah menentukan sejauh mana pengambilan keputusan dalam organisasi akan terpusat atau desentralisasi. Pengambilan keputusan terpusat terkonsentrasi pada pengambilan keputusan di tingkat organisasi yang tinggi di satu lokasi (Wild, 2008: 313). Desentralisasi pengambilan keputusan menyebar ke tingkat organisasi yang lebih rendah, seperti untuk anak perusahaan internasional (Wild, 2008: 313).

Pengambilan keputusan terpusat membantu mengkoordinasikan operasi dari anak perusahaan internasional. Hal ini penting bagi perusahaan yang beroperasi di beberapa barisan bisnis di pasar internasional. Adalah juga penting ketika salah satu output anak perusahaan adalah input dari lain. Sementara desentralisasi pembuatan keputusan yang bermanfaat adalah ketika perubahan lingkungan bisnis nasional yang cepat terutama mengutamakan respon lokal (Wild, 2008: 314). Karena manajer anak perusahaan berada dalam kontak yang dekat dengan budaya lokal, politik, hukum, dan ekonomi, keputusan terdesentralisasi dapat menghasilkan produk yang lebih sesuai dengan kebutuhan dan preferensi pembeli lokal.

Ada banyak cara yang berbeda di mana sebuah perusahaan dapat mengatur dirinya sendiri untuk melaksanakan kegiatan bisnis internasional. Tapi untuk struktur organisasi, yang cenderung paling umum adalah untuk sebagian besar perusahaan-perusahaan internasional, struktur divisi, struktur wilayah, struktur produk dan struktur matriks (Wild, 2008: 315). Struktur divisi internasional memisahkan rumah tangga dari kegiatan bisnis internasional dengan menciptakan sebuah divisi internasional yang terpisah dengan manajer sendiri. Struktur divisi internasional bagaimanapun dapat membuat dua masalah bagi perusahaan. Pertama, manajer internasional seringkali harus bergantung pada manajer home-country dalam hal teknis dan sumber daya keuangan yang memberikan perusahaan lingkungan internasional yang kompetitif (Wild, 2008: 316). Kedua, manajer umum divisi internasional biasanya bertanggung jawab untuk operasi di semua negara (Wild, 2008: 316).

Struktur wilayah internasional menyelenggarakan seluruh operasi perusahaan global ke negara atau wilayah geografis. Struktur wilayah internasional paling cocok untuk perusahaan yang memperlakukan setiap pasar nasional atau regional sebagai sesuatu yang unik (Wild, 2008: 317). Hal ini sangat berguna ketika ada perbedaan budaya, politik, atau ekonomi yang cukup besar antara negara atau wilayah. Sedangkan struktur produk global membagi operasi seluruh dunia menurut bidang produk perusahaan. Struktur produk global ini cocok bagi perusahaan yang menawarkan set beragam produk atau jasa karena mengatasi masalah koordinasi beberapa struktur divisi internasional (Wild, 2008: 317). Sementara itu, suatu struktur matriks global membagi rantai komando antara divisi produk dan wilayah. Tujuan utama dari struktur matriks adalah untuk menyatukan wilayah geografis manajer dan manajer produk daerah dalam pengambilan keputusan bersama (Wild, 2008: 317).

Pada dasarnya, dapat disimpulkan bahwa perencanaan adalah proses mengidentifikasi dan memilih tujuan organisasi dan memutuskan bagaimana organisasi akan mencapai tujuan tersebut. Pada gilirannya, strategi adalah serangkaian tindakan yang direncanakan diambil oleh para manajer untuk membantu perusahaan mencapai tujuannya. Kunci untuk mengembangkan strategi yang efektif adalah untuk menentukan tujuan perusahaan yang jelas dan perencanaan yang cermat, bagaimana ia akan mencapai tujuan tersebut. Sebuah strategi yang didefinisikan dengan baik membantu perusahaan bersaing secara efektif di pasar internasional yang semakin kompetitif.

Daftar Pustaka:
Ball, Donald E. 2007. International Business: Bisnis Internasional, Tantangan Persaingan Persaingan Global. Jakarta: Penerbit Salemba Empat.
Porter, Michael E.. 1996. What is Strategy? Harvard Business Review.
Wild, John J., Wild, Kenneth L., & Han, Jerry C. Y. 2008. “International Strategy and Organization” dalam International Business: The Challenges of Globalization. New Jersey: Pearson Prentice Hall.

MODEL-MODEL DALAM OPERASI BISNIS INTERNASIONAL

Oleh: Dinar Prisca Putri (070912068)

Dalam tulisan kali ini, akan dijelaskan mengenai model-model operasi dalam bisnis internasional. Pertama, penulis akan membahas mengenai nonequity modes of entry, diikuti oleh equity-based modes. Kemudian tulisan ini juga akan membahas tentang distribusi saluran internasional. Sebagian besar perusahaan memulai keterlibatan mereka dalam bisnis di luar negeri dengan cara mengekspor, yaitu menjual sebagian dari produksi reguler mereka ke luar negeri (Wild, 2008: 426). Metode ini membutuhkan sedikit investasi, namu relatif bebas dari risiko. Ekspor merupakan sarana yang sangat baik untuk melakukan bisnis internasional tanpa memerlukan sejumlah besar biaya dan sumber daya manusia. Jika manajemen tidak memutuskan jenis ekspor, maka dapat memilih antara direct exporting atau indirect exporting. Selain itu juga bisa dipertimbangkan mengenai penggunaan pilihan model nonequity, seperti turnkey project, lisensi, waralaba, kontrak manajemen, dan manufaktur kontrak (Wild, 2008: 427).

Ekspor tidak langsung atau indirect exporting adalah ekspor barang dan jasa melalui berbagai jenis eksportir berbasis rumahan (Wild, 2008: 427). Ekspor tidak langsung lebih sederhana daripada mengekspor secara langsung karena tidak memerlukan keahlian khusus atau pengeluaran kas yang besar. Eksportir yang tersedia berbeda, meliputi (1) ekspor agen produsen, yang menjual untuk produsen, (2) ekspor komisi agen, yang membeli untuk pelanggan di luar negeri mereka; (3) ekspor pedagang, yang membeli dan menjual untuk mereka sendiri, dan (4) perusahaan internasional, yang menggunakan barang-barang luar negeri (Wild, 2008: 427). Eksportir tidak langsung, bagaimanapun harus membayar harga untuk layanan seperti, (1) mereka membayar komisi kepada tiga jenis pertama dari eksportir; (2) bisnis asing dapat hilang jika eksportir memutuskan untuk mengubah sumber-sumber pasokan, dan (3) perusahaan hanya mendapatkan pengalaman yang sedikit dari transaksi ini (Wild, 2008: 427). Inilah sebabnya mengapa banyak perusahaan yang awalnya memulai dengan cara ini, kemudian beralih kepada ekspor langsung atau direct exporting.

Direct exporting adalah mengekspor barang dan jasa oleh perusahaan yang memproduksi mereka (Wild, 2008: 427). Untuk terlibat dalam ekspor langsung, bisnis ekspor ditangani oleh seseorang dalam perusahaan. Susunan yang paling sederhana adalah memberikan seseorang, sering kali manajer penjualan, berupa tanggung jawab untuk mengembangkan bisnis ekspor (Wild, 2008: 427). Manajemen kemudian dapat memutuskan untuk mendirikan sebuah perusahaan penjualan di daerah tersebut. Perusahaan penjualan impor atas namanya sendiri dari induk dan faktur dalam mata uang lokal. Ini mungkin menggunakan saluran distribusi yang sama, meskipun organisasi baru dapat mengizinkan penggunaan susunan rencana yang lebih menguntungkan.

Selain itu dalam bidang ekspor, dikenal turnkey project yang berupa ekspor teknologi, keahlian manajemen, dan dalam beberapa kasus peralatan modal. Kontraktor setuju untuk merancang dan mendirikan pabrik, memproses pasokan teknologi, menyediakan bahan baku dan input produksi lainnya, dan kemudian melatih personil operasi, setelah uji coba fasilitas tersebut diserahkan kepada pembeli (Wild, 2008: 428). Selain turnkey project, juga terdapat model lisensi. Dengan perjanjian lisensi, satu perusahaan (pemberi lisensi) akan memberikan kepada perusahaan lain (penerima lisensi) hak untuk menggunakan jenis keahlian, seperti proses manufaktur (dipatenkan atau tidak), prosedur pemasaran, dan merek dagang untuk satu atau lebih dari produk pemegang lisensi (Wild, 2008: 428). Lisensi umumnya membayar jumlah yang tetap pada saat penandatanganan perjanjian lisensi dan kemudian membayar royalti sebesar dua sampai lima persen dari penjualan selama masa kontrak. Jumlah yang tepat dari royalti akan tergantung pada jumlah bantuan yang diberikan dan daya tawar relatif dari kedua pihak (Wild, 2008: 428).

Perusahaan juga telah menjelajahi dunia bisnis internasional dengan berbagai jenis perizinan, seperti waralaba. Waralaba adalah sebuah bentuk lisensi di mana terdapat kontrak antara perusahaan satu dengan yang lain untuk mengoperasikan jenis bisnis tertentu dan nama ditetapkan menurut aturan tertentu (Wild, 2008: 430). Waralaba memungkinkan franchisee untuk menjual produk atau jasa di bawah nama merek yang dipublikasikan dan dengan demikian terbukti prosedur dengan strategi pemasaran dapat secara cermat dikembangkan dan dikendalikan. Berbeda dengan kontrak manajemen yang merupakan pengaturan di mana perusahaan menyediakan manajerial atau semua bidang fungsional kepada pihak lain dengn biaya yang biasanya berkisar antara dua sampai lima persen dari penjualan (Wild, 2008: 430). Perusahaan internasional membuat kontrak tersebut dengan perusahaan di mana mereka tidak memiliki kepemilikan, mitra usaha patungan, dan anak perusahaan yang sepenuhnya dimiliki (Wild, 2008: 430).

Semetara model yang lain berupa kontrak manufaktur. Mempekerjakan perusahaan-perusahaan internasional dengan kontrak manufaktur ada dalam dua cara. Salah satu caranya dalah dengan memasuki pasar asing tanpa investasi dalam fasilitas pabrik (Wild, 2008: 430). Kontrak perusahaan dengan produsen lokal untuk menghasilkan produk tersebut tentunya sesuai dengan spesifikasi. Cara kedua adalah dengan mensubkontrakkan pekerjaan perakitan atau produksi bagian untuk perusahaan independen di luar negeri (Wild, 2008: 431). Meskipun perusahaan internasional tidak memiliki ekuitas di subkontraktor, praktek tersebut tidak menyerupai investasi asing secara langsung. Karena kesamaan ini, praktik tersebut kadang-kadang disebut sebagai investasi asing langsung tanpa investasi (Wild, 2008: 431). Pada intinya, kontrak manufaktur merupakan pengaturan kontrak perusahaan satu dengan yang lain untuk menghasilkan produk dengan spesifikasi tertentu, dan bertanggung jawab dalam pemasaran.

Ketika manajemen tidak memutuskan untuk membuat investasi asing langsung, biasanya terdapat beberapa alternatif yang tersedia, meskipun tidak semuanya mungkin layak di negara tertentu. Wholly owned subsidiary, sebuah perusahaan yang ingin memiliki anak perusahaan asing, langsung dapat memulainya dari bawah ke atas dengan membangun pabrik baru, atau dengan pembelian distributor, sehingga mendapatkan jaringan distribusi yang dekat dengan produk-produknya (Wild, 2008: 431). Dalam kasus terakhir ini, tentu saja fasilitas produksi biasanya harus dibangun. Kadang-kadang tidak mungkin untuk memiliki anak perusahaan yang sepenuhnya yangs epenuhnya adalah perusahaan asing. Pemerintah dari tuan rumah mungkin tidak mengizinkan hal itu, perusahaan mungkin kurang baik dalam hal modal atau keahlian untuk melakukan investasi, atau mungkin ada keuntungan pajak dan lainnya yang mendukung bentuk lain dari investasi, seperti perusahaan patungan atau joint venture (Wild, 2008: 431).

Joint venture merupakan upaya kerjasama antara dua atau lebih organisasi yang berbagi kepentingan bersama dalam bisnis perusahaan (Wild, 2008: 431). Sebuah perusahaan patungan berupa sebuah entitas perusahaan yang dibentuk oleh sebuah perusahaan internasional dan pemilik lokal, entitas perusahaan yang dibentuk oleh instansi pemerintah (biasanya di negara investasi) dan perusahaan internasional, atau koperasi melakukan antara dua atau lebih perusahaan yang terbatas-durasi proyek (Wild, 2008: 431). Terkadang membentuk perusahaan patungan dapat memungkinkan mitra untuk menghindari investasi mahal dan memakan waktu mereka sendiri, sekaligus membantu untuk menghindari kompetisi dengan perusahaan lain yang berbahaya.

Lainnya adalah berupa aliansi strategis yang merupakan kemitraan antara pesaing, pelanggan, atau pemasok yang dapat mengambil satu atau lebih dari berbagai bentuk, baik ekuitas dan nonekuitas (Wild, 2008: 435). Dihadapkan pada perluasan persaingan global, biaya penelitian, pengembangan produk dan pemasaran, serta kebutuhan untuk bergerak lebih cepat dalam melaksanakan strategi global mereka, banyak perusahaan yang membentuk aliansi strategis dengan pelanggan, pemasok, dan pesaing. Namun banyak juga aliansi yang gagal atau diambil alih oleh salah satu mitra. Keberadaan dua atau lebih mitra, yang biasanya memiliki perbedaan dalam dalam strategi, praktik operasi, dan budaya organisasi, sering menyebabkan aliansi yang akan sulit untuk dikelola, khususnya di lingkungan yang berubah dengan cepat dalam persaingan internasional yang kompetitif (Wild, 2008: 436).

Terakhir mengenai saluran distribusi. Sistem saluran melalui mana suatu produk dan judul lulus dari produsen ke pengguna, melibatkan variabel terkendali dan tidak terkendali. Hal ini dikontrol sejauh mana kapten saluran yang merupakan anggota dominan dan mengendalikan saluran distribusi, bebas untuk memilih anggota saluran yang tersedia yang akan memungkinkan perusahaan untuk mencapai sasaran pasar, melakukan fungsi yang membutuhkan biaya yang wajar, dan izin mengenai jumlah kontrol yang diinginkan (Wild, 2008: 436). Jika perusahaan menganggap bahwa saluran yang dibentuk tidak memadai, mungkin akan merakit jaringan yang berbeda. Sebagai contoh, Coca-Cola yang tidak puas dengan penetrasi di Cina dan India jika hanya daerah perkotaan besar (Wild, 2008: 437). Hal ini kemudian meluncurkan usaha untuk menembus desa-desa kecil juga. Untuk itu perlu mengirim dealer ke desa-desa untuk mencapai pengecer terkecil, yang mampu menjual sejumlah kecil botol per tahun.

Daftar Pustaka:
Wild, John J., Wild, Kenneth L. & Hans, Jerry C. Y. 2008. “Entry Modes” dalam International Business: The Challenges of Globalization. New Jersey: Pearson Prentice Hall

DINAMIKA GLOBALISASI DAN BISNIS INTERNASIONAL

Oleh: Dinar Prisca Putri (070912068)

Seorang sejarawan, Walter LaFaber mengatakan bahwa bisnis yang paling mengglobal di dunia dan yang paling menguntungkan adalah perdagangan obat, namun untuk bisnis yang sah, olahraga mungkin menjadi nomor satu (Daniel, 2007: 3). Secara historis, pemain profesional dan tim mereka masuk dalam olahraga yang paling bersaing di negara mereka sendiri. Terdapat pengecualian, seperti Piala Dunia dalam sepak bola atau Grand Slam tenis. Namun, beberapa pemain bergabung dengan tim dari luar negeri dan beberapa tim luar negeri memang berani untuk bersaing. Tidak lagi puas melihat dan mendukung bakat-bakat lokal, sekarang kita pun cenderung menggunakan standar global untuk menentukan siapa yang terbaik.

Perkembangan dari satelit televisi memungkinkanmu untuk melihat peristiwa secara lagsung hampir di seluruh belahan dunia. Para penggemar olahraga perseorangan, seperti tenis, mungkin telah melihat bahwa para pemainnya seringkali bertanding dari satu turnamen ke turnamen lainnya di berbagai belahan dunia. Tingkat keseringan, koneksi yang mudah dan rendahya biaya penerbangan, tentu saja memungkinka hal tersebut terjadi. Dan sekarang kita dapat melihat tim favorit kita bertanding secara langsung hanya dengan duduk di depan layar televisi. Tim pemilik, perwakilan liga, dan asosiasi olehraga telah menyadari keuntungan yang potensial dari teknologi ini untuk membantu membangun basis penggemar yang dalam perjalananya memungkinkan tim olahraga untuk mendapatkkan penghasilan lebih, terutama melalui iklan (Daniel, 2007: 3).

Penyebaran internasional dalam popularitas olahraga diilustrasikan dengan baik oleh bisbol. Berdasarkan sejarahnya, bisbol awalnya sangat populer hanya di Amerika Serikat dan Kanada. Hingga pada akhirnya, olahraga bisbol mulai ditayangkan di televisi dan membuat popularitas olahraga tersebut naik seketika di jajaran internasional. Karena globalisasi dalam bidang olahraga profesional, sekarang kita dapat menikmati kompetisi olahraga yang besar sekalipun dalam tataran sejarah. Meski demikian, tidak semua orang setuju bahwa globalisasi yang tak terkendali di bidang olahraga tersebut adalah semua untuk kebaikan (Daniel, 2007: 6). Sebagai contoh, para penggemar sepak bola Brazil meratapi kehilangn pemain terbaik mereka. Selain itu, penggemar serta pejabat publik Amerika Serikat memrotes penjualan tim liga bisbol andalan (Seattle Mariners) kepada pihak asing.

Globalisasi berarti sesuatu hal yang berbeda untuk orang-orang yang berbeda. Globalisasi adalah proses tumbuhnya hubungan saling ketergantungan antar negara-negara dan orang-orang di berbagai belahan dunia Daniel, 2007: 6). Kita mendapatkan suatu jenis barang yang lebih bervariasi, kualitas yang lebih baik atau harga yang lebih murah karena globalisasi. Sebagai contoh, kita bisa membeli rempah-rempah yang tidak bisa tumbuh di halaman sendiri, kita bisa membeli buah segar dan sayuran sepanjang tahun di luar musim di tempat kita tinggal, dan kita dapat membeli mobil dengan pemutar CD yang lebih murah dibandingkan jika semua bagian dan tenaga kerjanya berasal dari satu negara (Daniel, 2007: 7). Namun, hubungan antara pasokan barang dan pasar tidak akan terjadi tanpa bisnis internasional. Bisnis internasional adalah semua transaksi komersial, baik pemerintah yang melakukannya atas keuntungan dan alasan politik, maupun nonpemerintah (privat) yang hanya bertujuan untuk mencari keuntungan, yang kesemuanya itu terjadi antara dua atau lebih negara (Daniel, 2007: 7).

Mengapa bisnis internasional sangat penting untuk dipelajari? Jawaban sederhananya adalah karena bisnis internasional terdiri dari total bisnis dunia yang besar dan sedang berkembang. Selain itu, belajar bisnis internasional menjadi penting karena (1) sebagian besar adalah perusahaan internasional dan perusahaan yang bersaing dengan perusahaan internasional; (2) Model operasional bisa berbeda dari yang digunkan di dalam negeri; (3) Cara terbaik untuk melakukan bisnis mungkin berbeda di masing-masing negara; (4) sebuah pemahaman akan membantu kita membuat keputusan untuk berkarier dengan lebih baik; dan (5) sebuah pemahaman juga akan membantu kita untuk memutuskan apa kebijakan pemerintah yang patut kita dukung (Daniel, 2007: 7).

Tidak ada kesepkatan tegas tentang bagaimana cara mengukur globalisasi. Salah satu alasannya adalah bahwa globalisasi merupakan suatu konsep yang tidak bisa diukur sama sekali (daniel, 2007: 8). Ketika Uni Soviet pecah, transaksi bisnis antara Rusia dan Ukraina beralih dari domestik ke internasional. Namun akibat globalisasi, berbagai indikator telah meningkat sejak pertengahan abad kedua puluh. Sebagian besar barang dan jasa masih dijual di negara tempat mereka memproduksinya. Sementara itu, sumber modal utama di hampir semua negara adalah sumber-sumber domestik, bukan internasional. Oleh karena itu, beberapa negara lebih mengglobal daripada yang lain. Bisnis menjadi lebih global karena (1) teknologi sedang berkembang, khususnya di bidang transportasi dan komunikasi; (2) pemerintah menghapuskan pembatasan internasional; (3) lembaga menyediakan layanan untuk memudahkan jalannya bisnis internasional; (4) konsumen ingin tahu tentang barang dan jasa luar negeri; (5) kompetisi menjadi lebih global; (6) hubungan politik telah membaik antara beberapa kekuatan ekonomi utama; dan (7) negara lebih beroperasi lebih kepada isu-isu transnasional (Daniel, 2007: 9).

Meskipun di atas kita telah membahas tujuh alasan umum atas meningkatnya bisnis internasional dan globalisasi, hasilnya belum tentu bebas dari kontroversi. Bahkan para antiglobalisasi telah memrotes sejumlah pertemuan organisasi internasional dan berusaha menekan perundang-undangan atau dengan berbagai cara lain untuk menghentikan atau paling tidak memperlambat proses globalisasi (Daniel, 2007: 14). Para kritikus dari globalisasi mengungkapkan bahwa globalisasi telah menyebabkan negara kehilangan kedaulatannya, pertumbuhan yang dihasilkan cenderung merusak lingkungan dan beberapa orang bahkan kehilangan secara relatif dan absolut (Daniel, 2007: 14).

Lantas mengapa perusahaan-perusahaan terlibat dalam bisnis internasional? Terdapat tiga tujuan operasional utama yang mendorong perusahaan-perusahaan untuk terlibat dalam bisnis internasional, yaitu (1) untuk memperluas penjualan; (2) untuk memperoleh sumber daya; dan (3) dan untuk meminimalkan risiko (Daniel, 2007: 16). Mengejar penjualan internasional biasanya dapat meningkatkan pasar dan keuntungan secara potensial. Sementara itu, sumber-sumber asing dapat memberikan biaya yang rendah, produk baru atau produk yang lebih baik dan pengetahuan operasional tambahan bagi perusahaan. Sedangkan operasi internasional juga dapat mengurangi risiko operasional dengan memperlancar penjualan dan perolehan keuntungan, serta mencegah pesaing untuk memperoleh keuntungan yang berlebih.

Ketika mengejar bisnis internasional, perusahaan privat dan pemerintah harus memutuskan bagaimana melaksanakan bisnis dan seperti apa modus operasional yang akan digunakan. Secara umum, hal tersebut termasuk dalam kegiatan ekspor impor barang dan jasa, serta investasi asing, baik yang terkendali maupun tidak. Ekspor dan impor barang yang hendak diperdagangkan biasanya merupakan transaksi ekonomi yang paling umum di suatu negara. Ekspor barang merupakan produk nyata yang dikirim ke luar dari suatu negara. Sedangkan impor barang, dimana barang tersebut dibawa masuk ke suatu negara. Karena barang dapat terlihat meninggalkan dan memasuki sebuah negara, terkadang disebut juga sebagai ekspor dan impor yang terlihat. Ekspor dan impor di sini merupakan istilah yang sering berlaku bagi barang yang hendak diperdagangkan, bukan jasa.

Jasa ekspor dan impor dapat diartikan sebagai penjualan dan pembelian internasional yang menghasilkan pendapatan internasional nonproduk. (Daniel, 2007: 19). Perusahaan atau individu menerima pembayaran jika melakukan jasa ekspor. Sebaliknya, perusahaan atau individu harus membayar jika menggunakan jasa impor. Seagai contoh, antara lain jasa perjalanan, transportasi, perbankan, asuransi dan penggunaan aset, seperti merek dagang, paten dan hak cipta. Hal-hal tersebut tentunya sangat penting bagi beberapa negara. Sementara itu, investasi asing di sini berarti kepemilikan properti asing dalam pertukaran kembali untuk sebuah pengembalian dalam hal finansial, seperti bunga dan deviden (Daniel, 2007: 20). Investasi asing mengambil dua bentuk, yaitu investasi langsung dan portofolio. Sebuah investasi langsung melibatkan kontrol dari perusahaan asing. Sedangkan komponen kunci dari investasi portofolio adalah tidak adanya kontrol dari operasional asing dan terdapat keuntungan finansial di dalamnya, misalnya pinjaman.

Modus suatu perusahaan yang beroperasi secara internasional, beberapa diantaranya mungkin berbeda dari yang digunakan di ranah lokal. Perusahaan tidak seharusnya membentuk strategi dan kemudian mengaplikasikannya tanpa mempelajari lingkungan eksternalnya terlebih dahulu (Daniel, 2007: 21). Lingkungan eksternal tersebut meliputi faktor fisik, seperti politik suatu negara, budaya, hukum dan ekonomi. Politik juga seringkali menentukan dimana dan bagaimana bisnis internasional dapat berlangsung. Setiap negara memiliki hukum sendiri untuk mengatur bisnis yang berjalan di negaranya. Kesepakatan negara-negara tentang berbagai hal tersebut tertuang dalam hukum internasional. Ekonomi juga dapat menjelaskan perbedaan negara dalam hal biaya, nilai mata uang dan ukuran pasar (Daniel, 2007: 23). Sementara kondisi alamiah dapat mempengaruhi apa yang diproduksi di sana.

Faktor-faktor kompetitif, seperti jumlah dan kekuatan pemasok, pelanggan dan perusahaan saingan juga termasuk dalam lingkungan eksternal (Daniel, 2007: 21). Sebuah lingkungan yang kompetitif terdiri atas industri, perusahaan dan negara, sehingga demikian perlu melakukan strategi internasional. Lingkungan yang kompetitif juga bervariasi di antara negara-negara di dunia. Situasi perusahaan di berbagai negara dapat dibedakan berdasarkan peringkat kompetitif dan pesaing yang dihadapinya. Oleh karena itu, manajer dalam bisnis internasional harus paham betul disiplin ilmu sosial dan bagaimana mereka dapat mempengaruhi semua aspek dalam bisnis internasional.

Daftar Pustaka:
Daniels, John D., Radebaugh, Lee H & Sulivan, Daniel P.. 2007. “Globalization and International Business” dalam International Business: Environment and Operations. New Jersey: Pearson Prentice Hall.

Jumat, 09 September 2011

RINTIK


Gambar 1: http://maulidamulyarahmawati.files.wordpress.com/2011/06/hujan2.jpg

Mengapa tak henti malu-malu?

Mengintip di balik pintu sebelum maju.

Sadarkah kau?

Merah ini terlalu lama menunggumu.


Gambar 2: http://www.diperta.jabarprov.go.id/assets/images/berita/SawahKering.jpg

Namun tak jua tiba kabar darimu.

Kau tetap kekal di peraduanmu.

Sementara fulan terus mengelu-elukan namamu.


Gambar 3: https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhmPqyj4cdFutjlpQKlyXNVLw6EkSlM2ZV0ycCKhzpvoTZaTeGhgllZcVfILJvSV-NVt1rJDajaTH6z4yShYc9BPdiOhH3vgbhRz9UB02NlNaxDwop8yuL70Fut9_EJkUQh9jRsvAf7o3tg/s1600/siluet212.jpg

Mengadahkan tangan dan memujukmu hingga kelu.

Dengan rindu yang tak pandang bulu .

Rupanya sekadar rajukan tak mampu.

Mengapa?

Masihkah ragu?

Untuk datang entaskan sendu yang menyerbu.

Karena rintihmu kisahkan keluh namun menyentuh.

Karena sentuhmu pulihkan rapuh yang tak kunjung sembuh.


Gambar 4: http://asqfish.files.wordpress.com/2009/12/three-leaf-clover-in-rain.jpg

Bojonegoro, 9 September 2011

Kamis, 30 Juni 2011

SINUSITIS: GEJALA DAN PENANGGULANGANNYA

Apakah anda termasuk dalam golongan orang yang suka mengabaiakan penyakit-penyakit ringan seperti demam, sakit kepala atau pilek? Semoga tidak. Karena penyakit yang nampaknya tidak berbahaya tersebut bisa saja merupakan bentuk awal dari gejala atau tanda-tanda penyakit yang sifatnya lebih berbahaya. Contohnya saja, sinusitis. Umumnya, sinusitis dimulai dengan pilek yang disebabkan oleh virus. Kadang salesma menghasilkan begitu banyak lendir hingga saluran hidung yang tersumbat menjadi penuh. Akibatnya, bakteri dalam sinus yang seharusnya berjumlah sedikit, menjadi berkembang dan menyebabkan sinusitis bakteri. Seperti halnya yang pernah saya alami beberapa bulan lalu.


Gambar 1. http://bni6y3b.devhub.com/img/upload/sinus-graphic.gif

Awalnya, saya pikir hanya menderita sakit pilek biasa. Karena gejalanya hampir sama, yaitu selalu bersin-bersin dan sesekali mengeluarkan cairan kental (ingus) dari hidung. Meski telah meminum obat dekongestan yang biasa diual di pasaran, ternyata penyakit saya tersebut tidak kunjung mereda bahkan ketika sudah hampir mencapai dua minggu. Tanpa saya sadari, ternyata ingus kemudian berubah menjadi lebih kental dan hampir berwarna hijau kekuningan. Selain itu, saya juga seringkali mengalami sakit berupa nyeri di sekitar mata atau pipi (area sinus). Akan terasa lebih sakit lagi ketika ditekan atau pada saat menundukkan kepala ke bawah. Selain itu pula akan terjadi pembengkakan di kelopak mata atau daerah sekitar mata. Gejala lain yang dapat ditimbulkan, berupa demam, sakit kepala, kesulitan bernapas melalui hidung, sakit gigi (jarang terjadi) dan napas berbau yang tidak ada hubungannya dengan gigi.

Disamping berbagai macam gejala di atas, saya juga sempat mengalami pendarahan pada hidung. Dimana setiap kali mengeluarkan ingus, selalu diikuti dengan keluarnya darah dari hidung. Awalnya saya menganggap hanya terjadi semacam luka di daerah dinding hidung akibat pilek yang berkepanjangan. Namun nyatanya, gejala keluarnya darah seperti itu tidak segera berhenti setelah lebih dari tujuh hari. Saya tidak begitu resah dengan keluarnya darah dari hidung, karena saya tidak merasakan sakit atau nyeri apapun ketika darah tersebut keluar bersamaan dengan ingus. Sampai akhirnya saya memutuskan untuk memeriksakan diri di salah satu klinik yang cukup dikenal di Surabaya, tepatnya di bagian Poli Kesehatan Telinga, Hidung dan Tenggorokan.

Sampai di sana, saya bertemu dengan seorang dokter spesialis. Setelah mendengar gejala yang saya alami, dokter tersebut mendiagnosa saya tengah menderita gangguan pada sinus, yaitu sinusitis. Sinusitis dapat terjadi jika salah satu atau beberapa lapisan sinus terinfeksi. Infeksi dapat disebabkan oleh bakteri, virus maupun jamur. Untuk memastikan, apakah saya positif menderita sinusitis atau tidak, maka dokter menyarankan saya untuk melakukan tes rontgen. Akhirnya saya pun menuju ke laboratorium yang letaknya tidak jauh dari klinik tempat saya memeriksakan diri. Setelah foto rontgen keluar, saya dapat benar-benar dipastikan mengalamai gangguan pada sinus atau sinusitis. Foto sinar X atau CT scan tersebut juga bertujuan untuk melihat sinus mana yang bermasalah. Dan dalam foto rontgen tersebut, dokter memperlihat pada saya letak sinus maksilaris. Sinus ini terletak di area sekitar pipi (dekat hidung). Nampak sekali bahwa terdapat adanya lendir yang memenuhi atau menyumbat daerah sinus maksilaris saya. Hal ini lah yang menyebabkan timbulnya rasa nyeri di daerah sekitar pipi, karena saluran hidung tersumbat akibat salesma yang mengeluarkan banyak lendir, sehingga bakteri dapat dengah mudah berkembang biak.


Gambar 2. http://wulansukma.files.wordpress.com/2010/08/sinusitis-jadi.jpg

Dokter akhirnya meminta saya untuk menjalani operasi kecil esok hari. Di samping itu, beliau juga memberikan obat-obatan yang disesuaikan dengan penyebab sinusitis yang saya derita. Dokter menduga, sinusitis yang saya alami selain disebabkan oleh kuman juga akibat alergi. Jika alergi terhadap alergen yang dihirup, seperti serbuk sari, bulu hewan atau kutu debu misalnya, maka tubuh akan menganggap partikel yang tidak berbahaya tersebut sebagai penyerang. Sistem imun akan mengadakan perlawanan yang timbul sebagai gejala alergi, biasanya dalam bentuk hidung tersumbat, bersin-bersin, mata gatal dan mata berair. Reaksi semacam ini dapat mengarah pada sinusitis. Karena alergi cenderung bersifat menetap, maka dapat menyebabkan sinusitis kronis. Oleh sebab itu, selain memberikan antibiotik (penanganan untuk infeksi yang disebabkan oleh jamur) dalam jangka panjang pemakaian selama 10-14 hari, dokter juga memberikan obat alergi untuk mengurangi gejala alergi sekaligus mengurangi jumlah dan beratnya serangan sinus. Biasanya juga ditambah dengan obat penghilang rasa sakit. Termasuk di sini aspirin, ibuprofen dan asitaminofen.

Keesokan harinya, tiba saatnya saya menjalani operasi di kediaman dokter spesialis yang sebelumnya memeriksa saya di klinik. Terkadang sinusitis tidak juga sembuh walau sudah diobati. Oleh karena itu, dokter seringkali melakukan operasi sinus endoskopis untuk memperbaiki mekanisme pembuangan cairan lendir. Pembedahan ini, di samping dapat mengurangi gejala, juga tanpa sayatan atau luka parut. Pembedahan endoskopis biasanya dilakukan dengan pembiusan total (pada waktu itu saya tetap sadar, tidak dilakukan pembiusan total dan dalam posisi duduk). Dokter memasukkan endoskop dan alat pemotong halus ke dalam lubang hidung dan sinus yang tersumbat. Dokter kemudian akan membuang membran sinus yang terinfeksi, polip dan fragmen tulang yang menyumbat sinus. Dokter juga akan memperbesar lubang sinus dan menyedot semua cairan yang terperangkap menggunakan alat hisap kecil. Prosedur ini tidak memerlukan rawat inap, karena dalam beberapa hari kita dapat beraktivitas kembali seperti semula.


Gambar 3. https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEilZqupMxfW747jKD4OdAdeXeWrFVo94hyghEVYVeu095qy4WYEgcAKWpUbjiCqeo5ukyyt4KCHjdlJn6Uf4kMpltJMMRTY42bE3aScsXe_giFKD0tAC6GRIYumGUO65bZu7K0Nk1BlIX-g/s640/smell5.jpg

Setelah pembedahan, kita biasanya akan merasakan sakit kepala ringan, untuk kemudian diperlukan antibiotik dan obat penghilang rasa sakit. Dalam keadaan normal, pada dua minggu pertama setelah operasi akan masih ada rasa tidak nyaman dan pendarahan dari hidung. Sehingga setelah pembedahan, kita harus segera kembali ke dokter untuk check-up dan membuang darah kering. Ada kalanya, sumbatan sinus terulang lagi dan harus melakukan pembedahan ulang. Jadi, masihkah kita menganggap remeh suatu penyakit? Mulai sekarang, kita harus lebih tanggap dan peduli terhadap kesehatan kita sendiri. Salam sehat!^^v

Jumat, 10 Juni 2011

Kondisi Ekonomi dan Politik Korea Selatan

Pecahnya Korea
Perang Dunia II
Konferensi Kairo 1943
1945 – 1948 Korea “Mandat PBB”

Adanya perbedaan konsep dan kepentingan antara Amerika Serikat dan Uni Soviet:
1. Rusia dan Cina masih 1 Kubu, komunisme  setelah Perang Dunia II ada kehendak bahwa dunia akan dipimpin oleh kubu komunisme  pahamnya lebih banyak di utara.
2. Saat eropa ingin masuk ke Korea  Korea harus membuka pelabuhannya untuk barat sehingga terpengaruh dari pemikiran ini dan menjadi lebih demokratis.
3. Unisoviet “aksi”  Amerika Serikat “mereaksi”
4. Uni Soviet selalu menegaskan bahwa Korea harus dibagi dua (pembagian  pemilu)  terjadilah perang Korea 1950-1953 (Korea Utara di bawah Uni Soviet dan Korea Selatan di bawah Amerika Serikat)  perang tidak mendatangkan hasil  Korea akhirnya terpecah.

15 Agustus 1948  Kemerdekaan Korea Selatan
25 Agustus 1948  Kemerdekaan Korea Utara



Karakteristik Sosial Ekonomi Korea:
-Pernah menjadi salah satu “Macan Asia”
-Keberhasilan Korea tahun 1980  akibat adanya keberhasilan dari seorang diktator militer (Park Chung Hae), namun sarat dengan sistem yang represif  Kemajuan ekonomi Korea Selatan.
-Kebijakan Ekonomi  tergantung pada perekonomian global (Ex: Jika terjadi suatu krisis, maka mereka kolaps)
Bersifat terbuka  bekerjasama dengan negara lain, MNc, dan sebagainya
Kemajuan teknologi informasi, sehingga bisa bersaing dengan produk luar yang berkembang cepat.

Karakteristik Budaya:
-Sangat dipengaruhi oleh kebudayaan Cina.

Karakteristik Politik:
-Multipartai  Namun ada satu Partai yang mendominasi  Park Chun Hae membuat UU  DPR diberi wewenang untuk mengangkat sepertiga dari panitia pemilu.
-Sistem politiknya bersifat lebih stabil.

Karakteristik politik luar negeri Korea Selatan  Beraliansi ke Barat, bersifat lebih terbuka, menjalin hubungan baik dengan Cina dan ASEAN, melakukan kerjasama hubungan keamanan dengan Amerika Serikat.


Sumber:
Kuliah MBP Asia Timur, 8 Juni 2011.

Sabtu, 28 Mei 2011

KONSEKUENSI KULTURAL TERHADAP GLOBALISASI

1.Homogenisasi
Culture menjadi sesuatu yang tunggal (homogen)  sering diasosiasikan dengan kultur Barat (Amerika  Americanization). Konsekuensi ekonomi global (bercermin pada ekonomi Amerika), maka culture ikut mengglobal.
Amerikanisasi dianggap sebagai sebuah ancaman, sehingga timbul gerakan yang menolak homogenisasi budaya dengan berbagai macam bentuk. Ex: Jihad, gerakan-gerakan fundamentalisme, nasionalisme (semua bersifat cultural resistance). Ada kultur tertentu yang merasa terjajah oleh yang lain (Ex: Indonesianisasi mungkin lebih bebahaya dari Amerikanisasi untuk orang Papua; atau Japanization lebih berbahaya dari Americanization bagi orang Korea).

2.Polarisasi
Menganggap adanya “the limit of cultural homogenization”  polarization. Orientalisme (Edward)  seolah-olah menganggap bahwa Western lebih penting, populer, dominan, rasional, dan lebih benar dari Eastern. Ada semacam dikotomi antara Barat dan Timur. Barat: dinamis, rasional, civilize, fungsional, scientific; Timur: tidak berubah sama sekali, irrasional, barbarian, disfungsional, supercicious. Tidak akan ada homogenisasi budaya, tapi akan terus terpolarisasi (tidak mungkin tunggal). Pada intinya menganggap civilization yang sangat bertabrakan antara dunia Barat (Mc World) dan Timur.
Kritik: “How to define culture?”
Contoh polarisasi: Western mulai menuju ketimuran (Easternized) melalui kontak-kontak antar budaya.

3.Hibridisasi

Hasil dari pencampuran berbagai macam budaya. Ex: Bahasa Indonesia, Bahasa Esperanto (kontra: dianggap sebagai proyek gagal  dianggap bukan bahasa hibrid, dikonstruksi untuk dipakai dimana saja, namun gagal karena terlalu membingungkan). Interaksi kultural yang terus menerus akan membentuk hibridisasi (Ulf Hannerz, 1992). Sulit untuk mengatakan atau tidak ada jaminan bahwa budaya itu benar-benar murni, tanpa bercampur dengan budaya lain. Bisa berasal dari kolonialisasi, migrasi, cross-border employment, different cultural background intermarriage.

NB:
Revie Kuliah "Kosmopolitanisme, Nasionalisme, dan Fundamentalisme" (27 Mei 2011)

PROMISE

Oleh: Dinar Prisca Putri

Krizan dan Eza sudah terbiasa bersama bahkan semenjak mereka berada di Sekolah Dasar. Perbedaan latar belakang di antara keduanya pun tak menjadi penghalang bagi mereka untuk menjalin sebuah hubungan persahabatan. Dan kini mereka telah duduk di bangku SMA. Namun ikatan yang sudah lama terbangun di antara keduanya harus terputus ketika Krizan terpaksa meninggalkan Jakarta dan tinggal bersama Pamannya di Surabaya, sepeninggal kedua orang tuanya dalam sebuah kecelakaan. Layaknya Eza, Krizan pun sangat menyukai hujan. Baginya, aroma hujan bagaikan surga. Itu sebabnya, gadis keturunan Cina itu berjanji akan kembali saat musim hujan tiba dan meminta Eza untuk selalu menunggunya di halte depan sekolah. Namun semenjak kepergiannya, Eza tak pernah bertemu Krizan lagi.

Enam tahun telah berlalu. Dan sesuai janjinya, Krizan kembali. Semuanya masih sama di matanya. Bahkan halte di depan sekolah juga tak berubah. Hanya saja, tak ada Eza yang sedia menunggunya di sana. Sampai di Panti Asuhan tempat Eza dibesarkan, seorang kepala asrama memberikan sebuah buku harian kepadanya. Lagi-lagi, Krizan tak menemukan Eza. Ibu asrama juga tak mengatakan apa-apa perihal laki-laki itu. Hanya buku harian milik Eza yang berada di tangannya kini. Laki-laki yang sudah menjadi sahabatnya sejak lama itu menulis tempat-tempat yang pernah mereka kunjungi bersama semasa kecil. Termasuk hutan di belakang sekolah. Gadis yang namaya menyerupai bunga Cryzantium itu menuju ke hutan, dengan harapan bahwa Eza juga berada di sana dan menunggunya. Ia menerobos jalanan hutan yang gelap, hingga menemukan seberkas sinar matahari di ujung jalan. Betapa terkejutnya dia ketika mendapati tempat itu berisikan penuh dengan bunga Cryzantium putih yang tumbuh dengan indahnya di sana. Krizan melanjutkan perjalanan dan menemukan Eza. Ya, dia benar-benar menemukannya. Namun yang dilihatnya hanya sebuah batu nisan bertuliskan “Eza Mahardika” yang berdiri dengan kokonhnya di atas gundukan tanah merah yang masih basah.

Dear, Krizanku...
Maafkan aku. Mungkin aku tak bisa menepati janjiku untuk menunggumu di setiap musim hujan tiba, di halte bus depan sekolah. Karena saat kau membaca halaman terakhir dari buku harian ini, mungkin kau sudah menemukan aku (jika kau beruntung). Tapi pada saat itu, kita tak bisa lagi bertatap muka atau bahkan sekedar berbincang-bincang ringan seperti dulu.
Sebelumnya Kuputuskan untuk menanam banyak sekali bunga Cryzantium putih untuk membunuh rasa rinduku padamu. Aku menyayangimu Krizan. Bahkan mungkin aku mulai mencintaimu sekarang. Dan perasaan itulah yang terus memberi aku kekuatan. Penyakit kanker yang bersarang di otakku, mengharuskan aku untuk melakukan operasi. Namun aku tak pernah melakukannya. Karena jika operasi itu berjalan lancar, aku akan kehilangan memori apapun di otakku, termasuk tentangmu, tentang kita. Dan aku tak mau. Aku ingin mengingat namamu sampai saat aku pergi nanti.
Selamat tinggal Krizan, kepalaku sudah bertambah sakit sekarang. Dan pertahananku nampaknya mulai terkikis secara perlahan. Permintaanku sangat sederhana. Ingatlah aku di saat kesenangan dan kesusahanmu,karena dengan begitu aku akan tetap hidup.
Eza Mahardika
Mei 2011


Air mata Krizan jatuh bersama rintihan hujan yang terus turun. Dan sekilas yang cepat, ia mlihat Eza berdiri di sampingnya.

Rabu, 11 Mei 2011

For Mahasti

My little sister (Mahasti Ramadita Putri almh.).....
I miss you so much (again).
Hope you be in the best place on God's side.

:')
I believe you no longer feel pain near The God.

Selasa, 10 Mei 2011

PENCAPAIAN ASEAN DALAM PEMBENTUKAN KOMUNITAS KEAMANAN ASEAN

Oleh: Dinar Prisca Putri

Keberlangsungan ASEAN Security Community sebagai salah satu pilar dari ASEAN Community yang diusung dalam Deklarasi Bali Concord II telah memunculkan banyak perdebatan di kalangan akademis dan para peneliti. Mereka diantaranya adalah Karl Deutch yang beraliran liberal dan Michael Liefer yang beraliran realis. Kedua tokoh tersebut pada dasarnya tidak setuju apabila ASEAN dijadikan sebagai suatu model komunitas keamanan. Sebab menurut mereka, ASEAN belum memenuhi syarat-syarat suatu komunitas bisa disebut sebagai komunitas kemanan.

Menurut pandangan Deutch, selain tidak adanya konflik bersenjata yang menyangkut perbatasan dan sejenisnya, suatu masyarakat keamanan dicirikan dengan tidak adanya rasa saling curiga terhadap negara-negara tetangga atas kemungkinan dilakukannya serangan. Dengan kata lain, terdapat jaminan bahwa tidak akan ada suatu negara yang dengan sengaja “menciderai” negara lain. Syarat suatu komunitas menurut Deutch sendiri, antara lain adalah adanya integrasi, interdependensi, supra level institution, dan communality.

Integrasi ditandai dengan adanya pembentukan suatu organisasi yang bersifat formal maupun informal yang dapat menjamin terciptanya suatu perdamaian yang berkelanjutan. Integrasi juga tidak selalu hanya bisa diartikan dengan hilangnya sebagian kedaulatan suatu negara, tapi dalam hal ini lebih kepada interdependensi yang kuat dalam berbagai hal antara negara satu dengan negara yang lain. Contoh sederhana adalah besar biaya atau tarif telepon lintas negara, antara Australia dan Indonesia yang sangat jauh berbeda. Hal itu tentu saja dapat menunjukkan kurang adanya integrasi antar kedua negara tersebut. Selain itu, faktor communality dalam hal persamaan ideologi, budaya, sosial, dan agama juga tidak tercermin dalam komunitas ASEAN. Kita sendiri mengetahui bahwa negara-negara anggota ASEAN terdiri dari beragam ideologi, budaya, dan agama yang berbeda. Oleh karena itu menurut Deutch, sangat sulit sekali untuk mempersatukan negara-negara kawasan Asia Tenggara di bawah payung suatu komunitas ASEAN. Berbeda dengan Uni Eropa yang megharuskan negara-negara yang hendak menjadi anggota UE untuk memiliki ideologi yang sama, yaitu Demokrasi. Dengan demikian akan mudah untuk membentuk suatu komunitas.

Sementara dalam pandangan realis yang diwakili oleh Michael Liefer, suatu komunitas haruslah memiliki persepsi ancaman yang sama (negara mana yang ditengarai menjadi ancaman bagi negara lain). Jika tidak, akan sangat sulit untuk membentuk suatu komunitas, khususnya sebuah komunitas keamanan yang menjadi impian negara-negara anggota ASEAN. Perbedaan persepsi tersebut disebabkan oleh adanya beberapa hal yang bersifat signifikan, salah satunya seperti hubungan suatu negara dengan negara lain. Contoh, hubungan Singapura dan Israel yang sangat dekat, berbeda dengan Indonesia yang cenderung mengecam setiap tindakan dari Israel (khususnya menyangkut masalah Palestina).

Akhirnya, prospek pencapaian atau keberhasilan ASEAN dalam pembentukan ASEAN Community yang terdiri dari tiga pilar, yaitu Masyarakat Keamanan ASEAN (ASEAN Security Community), Masyarakat Sosial Budaya ASEAN (ASEAN Socio-Cultural Community), dan Masyarakat Ekonomi ASEAN (ASEAN Econimic Community) akan dapat dilihat melalui terlaksana atau tidaknya Visi ASEAN 2020 (yang diajukan menjadi tahun 2015), mengingat banyak sekali kendala dan tantangan yang harus dihadapi ASEAN sendiri dalam mewujudkan suatu komunitas di dalam wadah ASEAN Community.


NB:
Berdasarkan kuliah MBP Asia Tenggara, 10 Mei 2011.

PENCAPAIAN ASEAN DALAM PEMBENTUKAN KOMUNITAS KEAMANAN ASEAN

Oleh: Dinar Prisca Putri

Keberlangsungan ASEAN Security Community sebagai salah satu pilar dari ASEAN Community yang diusung dalam Deklarasi Bali Concord II telah memunculkan banyak perdebatan di kalangan akademis dan para peneliti. Mereka diantaranya adalah Karl Deutch yang beraliran liberal dan Michael Liefer yang beraliran realis. Kedua tokoh tersebut pada dasarnya tidak setuju apabila ASEAN dijadikan sebagai suatu model komunitas keamanan. Sebab menurut mereka, ASEAN belum memenuhi syarat-syarat suatu komunitas bisa disebut sebagai komunitas kemanan.

Menurut pandangan Deutch, selain tidak adanya konflik bersenjata yang menyangkut perbatasan dan sejenisnya, suatu masyarakat keamanan dicirikan dengan tidak adanya rasa saling curiga terhadap negara-negara tetangga atas kemungkinan dilakukannya serangan. Dengan kata lain, terdapat jaminan bahwa tidak akan ada suatu negara yang dengan sengaja “menciderai” negara lain. Syarat suatu komunitas menurut Deutch sendiri, antara lain adalah adanya integrasi, interdependensi, supra level institution, dan communality.

Integrasi ditandai dengan adanya pembentukan suatu organisasi yang bersifat formal maupun informal yang dapat menjamin terciptanya suatu perdamaian yang berkelanjutan. Integrasi juga tidak selalu hanya bisa diartikan dengan hilangnya sebagian kedaulatan suatu negara, tapi dalam hal ini lebih kepada interdependensi yang kuat dalam berbagai hal antara negara satu dengan negara yang lain. Contoh sederhana adalah besar biaya atau tarif telepon lintas negara, antara Australia dan Indonesia yang sangat jauh berbeda. Hal itu tentu saja dapat menunjukkan kurang adanya integrasi antar kedua negara tersebut. Selain itu, faktor communality dalam hal persamaan ideologi, budaya, sosial, dan agama juga tidak tercermin dalam komunitas ASEAN. Kita sendiri mengetahui bahwa negara-negara anggota ASEAN terdiri dari beragam ideologi, budaya, dan agama yang berbeda. Oleh karena itu menurut Deutch, sangat sulit sekali untuk mempersatukan negara-negara kawasan Asia Tenggara di bawah payung suatu komunitas ASEAN. Berbeda dengan Uni Eropa yang megharuskan negara-negara yang hendak menjadi anggota UE untuk memiliki ideologi yang sama, yaitu Demokrasi. Dengan demikian akan mudah untuk membentuk suatu komunitas.

Sementara dalam pandangan realis yang diwakili oleh Michael Liefer, suatu komunitas haruslah memiliki persepsi ancaman yang sama (negara mana yang ditengarai menjadi ancaman bagi negara lain). Jika tidak, akan sangat sulit untuk membentuk suatu komunitas, khususnya sebuah komunitas keamanan yang menjadi impian negara-negara anggota ASEAN. Perbedaan persepsi tersebut disebabkan oleh adanya beberapa hal yang bersifat signifikan, salah satunya seperti hubungan suatu negara dengan negara lain. Contoh, hubungan Singapura dan Israel yang sangat dekat, berbeda dengan Indonesia yang cenderung mengecam setiap tindakan dari Israel (khususnya menyangkut masalah Palestina).

Akhirnya, prospek pencapaian atau keberhasilan ASEAN dalam pembentukan ASEAN Community yang terdiri dari tiga pilar, yaitu Masyarakat Keamanan ASEAN (ASEAN Security Community), Masyarakat Sosial Budaya ASEAN (ASEAN Socio-Cultural Community), dan Masyarakat Ekonomi ASEAN (ASEAN Econimic Community) akan dapat dilihat melalui terlaksana atau tidaknya Visi ASEAN 2020 (yang diajukan menjadi tahun 2015), mengingat banyak sekali kendala dan tantangan yang harus dihadapi ASEAN sendiri dalam mewujudkan suatu komunitas di dalam wadah ASEAN Community.


NB:
Berdasarkan kuliah MBP Asia Tenggara, 10 Mei 2011.

Kamis, 28 April 2011

Doa Ketika Mendapat Mimpi Buruk

Ø£َللَّÙ‡ُÙ…َّ Ø¥ِÙ†ِّÙ‰ Ø£َعُÙˆْØ°ُ بِÙƒَ Ù…ِÙ†ْ عَÙ…َÙ„ِ الشَّÙŠْØ·َانِ ÙˆَسَÙŠِّئاَتِ اْلأَØ­ْلاَÙ…ِ

ALLAAHUMMA INNII A’UUDZU BIKA MIN AMALISY SYAITHAANI WASAYYI-AATIL AHLAAM.

"Ya Allah, sesungguhnya aku mohon perlindungan kepada-Mu dari tingkah laku setan dan dari mimpi-mimpi yang buruk."

Sabtu, 26 Maret 2011

Entah Sebuah Penyesalan atau Bukan

Padahal aku belum sempat bertemu denganmu.
Benar-benar mengenalmu pun tidak.
Bahkan cerita-cerita yang kita risaukan selama ini belum menemukan akhirnya.
Tapi nyatanya kau pergi lebih cepat dari yang kukira.
Bahkan tanpa kata “selamat tinggal”.
Atau sekedar menitipkan salammu pada tanah, pepohonan, dan hujan yang masih terus turun.

Surabaya, 26 Maret 2011.

RINDU SEDERHANA

Aku rindu bercerita tentang langit yang selalu merah di malam hari.
Aku rindu bercerita tentang mimpi-mimpi yang sangat sulit ditemui.
Aku rindu bercerita tentang hari yang kadang dengan mudah dilalui.
Aku rindu bercerita tentang apa saja denganmu.
Sebuah rindu yang teramat sederhana.

Surabaya, 26 Maret 2011
Saat rinduku menitikkan air mata. Aku benar-benar rindu.
Aku ingin menemukanmu...
Dalam terang yang apa adanya.
Dalam kelam yang tak pernah bicara.

Aku ingin menemukanmu...
Bersama embun yang merajuk malu-malu.
Bersama angin yang berdesir getir.

Aku ingin menemukanmu...
Dirimu yang pernah atau belum pernah kujumpai.
Dirimu yang pernah atau belum pernah terlintas dalam mimpi.
Dirimu yang pernah atau belum pernah diperkenalkan Tuhan hingga saat ini.

Aku ingin menemukanmu...
Sungguh.


Surabaya, 26 Maret 2011.
Saat ia pergi tiba-tiba.

Rabu, 09 Februari 2011

Surat buat Papa


Papa, bersabarlah...
Merpati betina manjamu , kelak kan terbang menuju jodohnya.
Percayalah bahwa nanti ia kan temukan kiblatnya sendiri,
seperti yang Kau ingini.
Meski polaris berbalut hitam tak berkesudahan,
namun Raja Semesta pasti kan segera bukakan jalan.
Jadi, bersabarlah Papa...

Surabaya, 09-02-2011.

Sabtu, 29 Januari 2011

MENGKAJI BEBERAPA HAL DALAM RANAH NEGOSIASI

1.Negosiasi adalah proses dimana dua belah pihak atau lebih, yang memiliki kepentingan yang sama atau bertentangan, saling bertemu untuk mencapai sebuah kesepakatan atau menyelesaikan suatu permasalahan yang ada. Persamaan maupun pertentangan kepentingan tersebut dapat menjadi suatu alasan dilakukannya proses negosiasi. Seperti yang telah dijelaskan bahwa proses negosiasi ini dapat berlangsung secara bilateral maupun multilateral. Dan pihak yang melakukan negoiasi ini, seperti yang kita tahu, dinamakan dengan negosiator.

Sedangkan pengertian negosiasi, seperti yang diungkapkan oleh Mas Yunus pada kuliah Negosiasi dan Diplomasi tanggal 30 Desember,
a.Adalah seni dalam menciptakan suatu alternatif, sehingga tercapainya sebuah kesepakatan.
b.Negosiasi = “creating value”.

Sementara itu, berdasarkan kuliah Negosiasi dan Diplomasi tanggal 2 Desember, disebutkan bahwa Negosiasi merupakan salah satu aktifitas yang terdapat dalam suatu proses diplomasi. Prinsip dari negosiasi sendiri, antara lain:
a.Tidak semua hal bisa dinegosiasikan.
b.Negosiasi hanya akan terjadi apabila terdapat konflik.

Suatu negosiasi dapat dikatakan sukses apabila,
1.Kedua belah pihak merasa membutuhkan dilakukannya negosiasi tersebut untuk menjembatani konflik yang terjadi  mempercayai adanya BATNA.
2.Masing-masing berusaha mengedepankan kepentingan daripada posisi.
3.Memisahkan anatara kepentingan negosiasi dengan hal-hal yang bersifat personal.

Terdapat beberapa aspek penting dalam negosiasi, yaitu tiga istilah yang sering kita dengar, meliputi:
a.BATNA
b.ZOPA
c.Reservation Price

BATNA yang merupakan kependekan dari Best Alternative to Negotiated Argument aadalah langkah-langkah atau alternatif-alternatif yang akan dilakukan oleh seorang negosiator apabila negosiasi tersebut tidak berhasil mencapai sebuah kesepakatan seperti yang diharapkan.

ZOPA (Zone of Possible Agreement) adalah suatu zona atau area yang memungkinkan terjadinya suatu kesepakatan dalam proses negosiasi. Misalkan, upah minimum yang dikehendaki oleh para pekerja sebesar Rp 1.000.000,00. Sedangkan reservation price-nya adalah Rp. 850.000,00. Sementara itu, pihak perusahaan menghendaki upah minimum untuk para pekerja sebesar Rp. 650.000,00 dan reservation price-nya sebesar Rp 750.000,00. Maka, zona atau daerah antara Rp 850.000,00 dan Rp 750.000,00 disebut dengan ZOPA.

Reservation price adalah tawaran atau nilai minimum yang dapat diterima sebagai hasil kesepakatan dalam sebuah negosiasi. Contohnya, negosiator dari pihak pekerja akan menyepakati hasil perundingan secara keseluruhan, paling tidak apabila lima dari sepuluh usulannya dapat diterima oleh pihak perusahaan.

2.Terdapat dua tipe utama negosiasi, yang kita kenal sebagai:
a.Negosiasi Distributif (Distributive Negotiation)
b.Negosiasi Integratif (Integrative Negotiation)

Dalam negosiasi distributif,
1.Keuntungan di satu pihak, akan menambah kerugian pihak yang lain.
2.Tidak menganggap penting suatu hubungan. Hal ini terjadi karena biasanya, para pelaku tidak saling mengenal satu sama lain.
3.Bersifat jangka pendek (short term).

Beberapa orang menyebut tipe negosiasi distributif sebagai “zero-sum”, dimana dalam negosiasi jenis ini, terdapat pihak yang menang dan yang kalah. Salah satu contoh dari negosiasi distributif adalah ketika penjual dan pembeli tidak saling kenal. Dan satu-satunya hal yang diperdebatkan oleh keduanya adalah permasalahan harga. Maka, si penjual akan berusaha keras untuk mendapatkan harga setinggi-tingganya, sementara si pembeli juga akan terus berupaya untuk memperoleh harga serendah-rendahnya. Hingga pada akhirnya, keduanya harus membat keputusan, apakah barang akan dijual sesuai dengan harga yang ditawarkan penjual, ataukah barang tersebut akan dilepaskan sesuai harga yang diinginkan oleh pembeli. Berarti dari sini dapat dikatakan bahwa ada satu pihak yang kalah dan yang menang.

Langkah-langkah dalam negosiasi distributif:
1.Start offer  penawaran pertama. Pengalaman menunjukkan bahwa hasil negosiasi sering dikorelasikan dengan penawaran pertama. Jadi, mulailah pada sebuah penawaran yang tepat.
2.Menentukan BATNA  alternatif-alternatif yang mungkin diambil.
3.Menentukan batas waktu dalam pengambilan kesepakatan.
4.Menyatakan options atau pilihan  persyaratan yang diajukan jika terjadi kesepakatan (bisa lebih dari satu syarat).
5.Melakukan clossing deal yang jelas.

Sedangkan negosiasi integratif,
1.Lebih bersifat konstektual.
2.Terdapat dimensi waktu.
3.Menganggap penting suatu hubungan, biasanya akibat para pelaku sudah saling mengenal atau terdapat ikatan keluarga.

Banyak yang kemudian menggunakan istilah “win-win” unntuk mendefinisikann negosiasi jenis ini, dimana dalam negosiasi integratif, keputusan atau kesepakatan yang diambil biasanya akan bersifat menguntungkan pihak-pihak yang melakukan negosiasi tersebut.

Langkah-langkah dalam negosiasi integratif:
1.Start offer  concerns dan interests. Berbicara dan menjelaskan tentang keadaan serta kepentingan mereka yang sebenarnya dengan jelas dan signifikan.
2.Don’t make proposal quickly  jangan tergesa-tegesa. Ketahui kondisi lawan dengan baik.
3.Active listening  untuk memperoleh sebanyak mungkin informasi yang diperlukan.
4.Look for options that exploit experiences.
5.Don’t be tempted to close the deal quickly  pikirkan keuntungan atau kerugian apa yang mungkin didapat berdasarkan kepentingan yang kita bawa.

Sumber:
Kuliah "Negosiasi dan Diplomasi"

NEGARA, AGAMA, DAN DEMOKRASI

Fenomena yang Muncul di Ranah Islam
Agama mulai masuk dalam ranah politik pada saat terjadinya Revolusi Industri. Pada masa itu, agama menjadi sebuah determinan dalam dunia perpolitikan. Namun pada akhirnya, kedudukan agama pun tergeser. Agama tidak lagi memiliki peran yang benar-benar signifikan hingga abad ke-20. Revolusi Islam di Iran yang akhirnya menjadi awal mula dari kebangkitan agama Islam. Revolusi Islam di Iran ini dipelopori oleh kaum Syiah, yang merupakan kaum mnoritas, namun efeknya ternyata cepat sekali menyebar, hingga akhirnya merambah ke negara-negara Timur Tengah yang lain. Hal ini ditandai dengan munculnya kelompok-kelompok keagamaan, yang kemudian mempengaruhi landasan ideologi dan perpolitikan negara-negara tersebut.

Respon Agama terhadap Modernitas
Cara pandang keagamaan dan modernitas memiliki perbedaan dalam dunia Islam. Dalam Islam, modernitas dianggap muncul bukan dari watak-watak yang bersahabat, yaitu melalui kolonialisme. Dari sinilah akhirnya, muncul berbagai respon dari kaum agamawan. Ada pihak yang menjadikan modernitas sebagai suatu pembelajaran dan ada pula yang melakukan perlawanan. Pihak pertama, berusaha mempelajari aspek-aspek positif dari hal-hal modern (Barat) tersebut untuk melawan kolonialisme. Sedangkan pihak yang kedua, cenderung melakukan penyerapan secara menyeluruh terhadap modernisasi dan sekulerisasi. Contohnya adalah perlawanan yang dilakukan oleh Turki Ustmani.

Negara, Agama, dan Sekularisasi
Sekularisasi adalah tidak berperannya agama dalam suatu negara atau menolak adanya campur tangan agama dalam ruang publik. Namun pada dasarnya, sekularisasi merupakan pemisahan antara agama, politik, dan negara. Agama di sini, tidak dapat mempengaruhi kebijakan-kebijakan yang diusung oleh pemerintah. Sekularisasi ini sendiri muncul dalam berbagai bentuk yang beragam. Di Prancis, misalnya, agama tidak bisa atau dilarang untuk tampil di ruang-ruang publik. Sedangkan di Amerika Serikat lebih moderat. Kebijakan-kebijakannya dipengaruhi oleh adanya keyakinan yang kuat. Contohnya, Pengaturan Hak-Hak Asasi Manusia di sana menganut kaidah-kaidah keagamaan. Cak Noer berpendapat bahwa setiap pandangan keagamaan harus coba didialogkan dengan realitas yang ada berdasarkan prinsip-prinsip modern. Contohnya sekarang ini, memjuangkan sebuah partai politik Islam bukan lagi merupakan suatu hal yang bersifat sakral atau tabu.

Agama dan Ruang Publik
Komitmen terhadap kebebasan ruang publik di Asia Tenggara, sangat dipengaruhi oleh perspektif keagamaan yang kuat. Agama bukan lagi menjadi sesuatu yang bersifat destruktif (merusak), melainkan bisa juga memberikan pengaruh yang positif dalam ruang publik.

Fundamentalisme Agama
Golongan fundamentalis berusaha untuk membangun kekuatan politik yang dominan. Golongan ini berasumsi bahwa persoalan-persolan utama, khususnya masalah moral (contoh: korupsi) di masyarakat dapat terjadi akibat tidak adanya peraturan atau kebijakan yang berlandaskan keyakinan yang kuat dan benar. Sehingga, gerakan fundamentalisme ini berupaya memperjuangkan agama untuk masuk ke dalam ranah politik.

Agama dan Demokrasi
Kaum fundamentalis menolak adanya demokrasi, karena menurut mereka, demokrasi tersebut berasal dari suara rakyat, bukan Tuhan. Sehingga, demokrasi haram hukumnya dan tidak boleh dianut oleh suatu negara. Hingga akhirnya pada tahun 1990an, gerakan agama yang memperjuangkan demokrasi untuk melawan otoritarisme muncul di negara-negara dunia ketiga. Menurut Huntington, nilai-nilai agama nyatanya tidak selalu bertolak belakang atau berbenturan dengan nilai-nilai demokrasi dan peradaban.

Respon Agama terhadap Globalisasi
Pengaruh globalisasi terhadap agama, setidaknya dapat dilihat dari munculnya dua respons agama yang tampaknya berlawanan. Agama-agama bisa saja merambah dunia global atau malah menentangnya. Yang pertama adalah jalan universalisme, yaitu pandangan kultural yang menegaskan bahwa kita semua ada dalam kebersamaan dan kita lebih baik belajar satu sama lain sehingga dapat menjalin suatu kerja sama. Namun, bisa juga muncul kecenderungan sebaliknya. Ideologi-ideologi agama bisa merespon konteks global baru dengan mengasingkan diri, sembari menekankan keberbedaan, yaitu dengan munculnya fundamentalis Islam, Kristen, Hindu, dan beragam fundamentalis nasionalisme. Sebenarnya, mereka merupakan ideologi yang berupaya mempertahankan hal-hal baik di masa lalu, akibat ketidakmampuannya membendung modernisasi dan globalisasi. Globalisasi dianggap memperluas jarak sosial antara yang kaya dan yang miskin. Selain itu, globalisasi juga dianggap hanya dapat menguntungkan kaum elite kapitalis semata.

Sumber:
Kuliah “Negara Agama dan Demokrasi”