Sabtu, 29 Januari 2011

MENGKAJI BEBERAPA HAL DALAM RANAH NEGOSIASI

1.Negosiasi adalah proses dimana dua belah pihak atau lebih, yang memiliki kepentingan yang sama atau bertentangan, saling bertemu untuk mencapai sebuah kesepakatan atau menyelesaikan suatu permasalahan yang ada. Persamaan maupun pertentangan kepentingan tersebut dapat menjadi suatu alasan dilakukannya proses negosiasi. Seperti yang telah dijelaskan bahwa proses negosiasi ini dapat berlangsung secara bilateral maupun multilateral. Dan pihak yang melakukan negoiasi ini, seperti yang kita tahu, dinamakan dengan negosiator.

Sedangkan pengertian negosiasi, seperti yang diungkapkan oleh Mas Yunus pada kuliah Negosiasi dan Diplomasi tanggal 30 Desember,
a.Adalah seni dalam menciptakan suatu alternatif, sehingga tercapainya sebuah kesepakatan.
b.Negosiasi = “creating value”.

Sementara itu, berdasarkan kuliah Negosiasi dan Diplomasi tanggal 2 Desember, disebutkan bahwa Negosiasi merupakan salah satu aktifitas yang terdapat dalam suatu proses diplomasi. Prinsip dari negosiasi sendiri, antara lain:
a.Tidak semua hal bisa dinegosiasikan.
b.Negosiasi hanya akan terjadi apabila terdapat konflik.

Suatu negosiasi dapat dikatakan sukses apabila,
1.Kedua belah pihak merasa membutuhkan dilakukannya negosiasi tersebut untuk menjembatani konflik yang terjadi  mempercayai adanya BATNA.
2.Masing-masing berusaha mengedepankan kepentingan daripada posisi.
3.Memisahkan anatara kepentingan negosiasi dengan hal-hal yang bersifat personal.

Terdapat beberapa aspek penting dalam negosiasi, yaitu tiga istilah yang sering kita dengar, meliputi:
a.BATNA
b.ZOPA
c.Reservation Price

BATNA yang merupakan kependekan dari Best Alternative to Negotiated Argument aadalah langkah-langkah atau alternatif-alternatif yang akan dilakukan oleh seorang negosiator apabila negosiasi tersebut tidak berhasil mencapai sebuah kesepakatan seperti yang diharapkan.

ZOPA (Zone of Possible Agreement) adalah suatu zona atau area yang memungkinkan terjadinya suatu kesepakatan dalam proses negosiasi. Misalkan, upah minimum yang dikehendaki oleh para pekerja sebesar Rp 1.000.000,00. Sedangkan reservation price-nya adalah Rp. 850.000,00. Sementara itu, pihak perusahaan menghendaki upah minimum untuk para pekerja sebesar Rp. 650.000,00 dan reservation price-nya sebesar Rp 750.000,00. Maka, zona atau daerah antara Rp 850.000,00 dan Rp 750.000,00 disebut dengan ZOPA.

Reservation price adalah tawaran atau nilai minimum yang dapat diterima sebagai hasil kesepakatan dalam sebuah negosiasi. Contohnya, negosiator dari pihak pekerja akan menyepakati hasil perundingan secara keseluruhan, paling tidak apabila lima dari sepuluh usulannya dapat diterima oleh pihak perusahaan.

2.Terdapat dua tipe utama negosiasi, yang kita kenal sebagai:
a.Negosiasi Distributif (Distributive Negotiation)
b.Negosiasi Integratif (Integrative Negotiation)

Dalam negosiasi distributif,
1.Keuntungan di satu pihak, akan menambah kerugian pihak yang lain.
2.Tidak menganggap penting suatu hubungan. Hal ini terjadi karena biasanya, para pelaku tidak saling mengenal satu sama lain.
3.Bersifat jangka pendek (short term).

Beberapa orang menyebut tipe negosiasi distributif sebagai “zero-sum”, dimana dalam negosiasi jenis ini, terdapat pihak yang menang dan yang kalah. Salah satu contoh dari negosiasi distributif adalah ketika penjual dan pembeli tidak saling kenal. Dan satu-satunya hal yang diperdebatkan oleh keduanya adalah permasalahan harga. Maka, si penjual akan berusaha keras untuk mendapatkan harga setinggi-tingganya, sementara si pembeli juga akan terus berupaya untuk memperoleh harga serendah-rendahnya. Hingga pada akhirnya, keduanya harus membat keputusan, apakah barang akan dijual sesuai dengan harga yang ditawarkan penjual, ataukah barang tersebut akan dilepaskan sesuai harga yang diinginkan oleh pembeli. Berarti dari sini dapat dikatakan bahwa ada satu pihak yang kalah dan yang menang.

Langkah-langkah dalam negosiasi distributif:
1.Start offer  penawaran pertama. Pengalaman menunjukkan bahwa hasil negosiasi sering dikorelasikan dengan penawaran pertama. Jadi, mulailah pada sebuah penawaran yang tepat.
2.Menentukan BATNA  alternatif-alternatif yang mungkin diambil.
3.Menentukan batas waktu dalam pengambilan kesepakatan.
4.Menyatakan options atau pilihan  persyaratan yang diajukan jika terjadi kesepakatan (bisa lebih dari satu syarat).
5.Melakukan clossing deal yang jelas.

Sedangkan negosiasi integratif,
1.Lebih bersifat konstektual.
2.Terdapat dimensi waktu.
3.Menganggap penting suatu hubungan, biasanya akibat para pelaku sudah saling mengenal atau terdapat ikatan keluarga.

Banyak yang kemudian menggunakan istilah “win-win” unntuk mendefinisikann negosiasi jenis ini, dimana dalam negosiasi integratif, keputusan atau kesepakatan yang diambil biasanya akan bersifat menguntungkan pihak-pihak yang melakukan negosiasi tersebut.

Langkah-langkah dalam negosiasi integratif:
1.Start offer  concerns dan interests. Berbicara dan menjelaskan tentang keadaan serta kepentingan mereka yang sebenarnya dengan jelas dan signifikan.
2.Don’t make proposal quickly  jangan tergesa-tegesa. Ketahui kondisi lawan dengan baik.
3.Active listening  untuk memperoleh sebanyak mungkin informasi yang diperlukan.
4.Look for options that exploit experiences.
5.Don’t be tempted to close the deal quickly  pikirkan keuntungan atau kerugian apa yang mungkin didapat berdasarkan kepentingan yang kita bawa.

Sumber:
Kuliah "Negosiasi dan Diplomasi"

NEGARA, AGAMA, DAN DEMOKRASI

Fenomena yang Muncul di Ranah Islam
Agama mulai masuk dalam ranah politik pada saat terjadinya Revolusi Industri. Pada masa itu, agama menjadi sebuah determinan dalam dunia perpolitikan. Namun pada akhirnya, kedudukan agama pun tergeser. Agama tidak lagi memiliki peran yang benar-benar signifikan hingga abad ke-20. Revolusi Islam di Iran yang akhirnya menjadi awal mula dari kebangkitan agama Islam. Revolusi Islam di Iran ini dipelopori oleh kaum Syiah, yang merupakan kaum mnoritas, namun efeknya ternyata cepat sekali menyebar, hingga akhirnya merambah ke negara-negara Timur Tengah yang lain. Hal ini ditandai dengan munculnya kelompok-kelompok keagamaan, yang kemudian mempengaruhi landasan ideologi dan perpolitikan negara-negara tersebut.

Respon Agama terhadap Modernitas
Cara pandang keagamaan dan modernitas memiliki perbedaan dalam dunia Islam. Dalam Islam, modernitas dianggap muncul bukan dari watak-watak yang bersahabat, yaitu melalui kolonialisme. Dari sinilah akhirnya, muncul berbagai respon dari kaum agamawan. Ada pihak yang menjadikan modernitas sebagai suatu pembelajaran dan ada pula yang melakukan perlawanan. Pihak pertama, berusaha mempelajari aspek-aspek positif dari hal-hal modern (Barat) tersebut untuk melawan kolonialisme. Sedangkan pihak yang kedua, cenderung melakukan penyerapan secara menyeluruh terhadap modernisasi dan sekulerisasi. Contohnya adalah perlawanan yang dilakukan oleh Turki Ustmani.

Negara, Agama, dan Sekularisasi
Sekularisasi adalah tidak berperannya agama dalam suatu negara atau menolak adanya campur tangan agama dalam ruang publik. Namun pada dasarnya, sekularisasi merupakan pemisahan antara agama, politik, dan negara. Agama di sini, tidak dapat mempengaruhi kebijakan-kebijakan yang diusung oleh pemerintah. Sekularisasi ini sendiri muncul dalam berbagai bentuk yang beragam. Di Prancis, misalnya, agama tidak bisa atau dilarang untuk tampil di ruang-ruang publik. Sedangkan di Amerika Serikat lebih moderat. Kebijakan-kebijakannya dipengaruhi oleh adanya keyakinan yang kuat. Contohnya, Pengaturan Hak-Hak Asasi Manusia di sana menganut kaidah-kaidah keagamaan. Cak Noer berpendapat bahwa setiap pandangan keagamaan harus coba didialogkan dengan realitas yang ada berdasarkan prinsip-prinsip modern. Contohnya sekarang ini, memjuangkan sebuah partai politik Islam bukan lagi merupakan suatu hal yang bersifat sakral atau tabu.

Agama dan Ruang Publik
Komitmen terhadap kebebasan ruang publik di Asia Tenggara, sangat dipengaruhi oleh perspektif keagamaan yang kuat. Agama bukan lagi menjadi sesuatu yang bersifat destruktif (merusak), melainkan bisa juga memberikan pengaruh yang positif dalam ruang publik.

Fundamentalisme Agama
Golongan fundamentalis berusaha untuk membangun kekuatan politik yang dominan. Golongan ini berasumsi bahwa persoalan-persolan utama, khususnya masalah moral (contoh: korupsi) di masyarakat dapat terjadi akibat tidak adanya peraturan atau kebijakan yang berlandaskan keyakinan yang kuat dan benar. Sehingga, gerakan fundamentalisme ini berupaya memperjuangkan agama untuk masuk ke dalam ranah politik.

Agama dan Demokrasi
Kaum fundamentalis menolak adanya demokrasi, karena menurut mereka, demokrasi tersebut berasal dari suara rakyat, bukan Tuhan. Sehingga, demokrasi haram hukumnya dan tidak boleh dianut oleh suatu negara. Hingga akhirnya pada tahun 1990an, gerakan agama yang memperjuangkan demokrasi untuk melawan otoritarisme muncul di negara-negara dunia ketiga. Menurut Huntington, nilai-nilai agama nyatanya tidak selalu bertolak belakang atau berbenturan dengan nilai-nilai demokrasi dan peradaban.

Respon Agama terhadap Globalisasi
Pengaruh globalisasi terhadap agama, setidaknya dapat dilihat dari munculnya dua respons agama yang tampaknya berlawanan. Agama-agama bisa saja merambah dunia global atau malah menentangnya. Yang pertama adalah jalan universalisme, yaitu pandangan kultural yang menegaskan bahwa kita semua ada dalam kebersamaan dan kita lebih baik belajar satu sama lain sehingga dapat menjalin suatu kerja sama. Namun, bisa juga muncul kecenderungan sebaliknya. Ideologi-ideologi agama bisa merespon konteks global baru dengan mengasingkan diri, sembari menekankan keberbedaan, yaitu dengan munculnya fundamentalis Islam, Kristen, Hindu, dan beragam fundamentalis nasionalisme. Sebenarnya, mereka merupakan ideologi yang berupaya mempertahankan hal-hal baik di masa lalu, akibat ketidakmampuannya membendung modernisasi dan globalisasi. Globalisasi dianggap memperluas jarak sosial antara yang kaya dan yang miskin. Selain itu, globalisasi juga dianggap hanya dapat menguntungkan kaum elite kapitalis semata.

Sumber:
Kuliah “Negara Agama dan Demokrasi”