Sabtu, 29 Januari 2011

NEGARA, AGAMA, DAN DEMOKRASI

Fenomena yang Muncul di Ranah Islam
Agama mulai masuk dalam ranah politik pada saat terjadinya Revolusi Industri. Pada masa itu, agama menjadi sebuah determinan dalam dunia perpolitikan. Namun pada akhirnya, kedudukan agama pun tergeser. Agama tidak lagi memiliki peran yang benar-benar signifikan hingga abad ke-20. Revolusi Islam di Iran yang akhirnya menjadi awal mula dari kebangkitan agama Islam. Revolusi Islam di Iran ini dipelopori oleh kaum Syiah, yang merupakan kaum mnoritas, namun efeknya ternyata cepat sekali menyebar, hingga akhirnya merambah ke negara-negara Timur Tengah yang lain. Hal ini ditandai dengan munculnya kelompok-kelompok keagamaan, yang kemudian mempengaruhi landasan ideologi dan perpolitikan negara-negara tersebut.

Respon Agama terhadap Modernitas
Cara pandang keagamaan dan modernitas memiliki perbedaan dalam dunia Islam. Dalam Islam, modernitas dianggap muncul bukan dari watak-watak yang bersahabat, yaitu melalui kolonialisme. Dari sinilah akhirnya, muncul berbagai respon dari kaum agamawan. Ada pihak yang menjadikan modernitas sebagai suatu pembelajaran dan ada pula yang melakukan perlawanan. Pihak pertama, berusaha mempelajari aspek-aspek positif dari hal-hal modern (Barat) tersebut untuk melawan kolonialisme. Sedangkan pihak yang kedua, cenderung melakukan penyerapan secara menyeluruh terhadap modernisasi dan sekulerisasi. Contohnya adalah perlawanan yang dilakukan oleh Turki Ustmani.

Negara, Agama, dan Sekularisasi
Sekularisasi adalah tidak berperannya agama dalam suatu negara atau menolak adanya campur tangan agama dalam ruang publik. Namun pada dasarnya, sekularisasi merupakan pemisahan antara agama, politik, dan negara. Agama di sini, tidak dapat mempengaruhi kebijakan-kebijakan yang diusung oleh pemerintah. Sekularisasi ini sendiri muncul dalam berbagai bentuk yang beragam. Di Prancis, misalnya, agama tidak bisa atau dilarang untuk tampil di ruang-ruang publik. Sedangkan di Amerika Serikat lebih moderat. Kebijakan-kebijakannya dipengaruhi oleh adanya keyakinan yang kuat. Contohnya, Pengaturan Hak-Hak Asasi Manusia di sana menganut kaidah-kaidah keagamaan. Cak Noer berpendapat bahwa setiap pandangan keagamaan harus coba didialogkan dengan realitas yang ada berdasarkan prinsip-prinsip modern. Contohnya sekarang ini, memjuangkan sebuah partai politik Islam bukan lagi merupakan suatu hal yang bersifat sakral atau tabu.

Agama dan Ruang Publik
Komitmen terhadap kebebasan ruang publik di Asia Tenggara, sangat dipengaruhi oleh perspektif keagamaan yang kuat. Agama bukan lagi menjadi sesuatu yang bersifat destruktif (merusak), melainkan bisa juga memberikan pengaruh yang positif dalam ruang publik.

Fundamentalisme Agama
Golongan fundamentalis berusaha untuk membangun kekuatan politik yang dominan. Golongan ini berasumsi bahwa persoalan-persolan utama, khususnya masalah moral (contoh: korupsi) di masyarakat dapat terjadi akibat tidak adanya peraturan atau kebijakan yang berlandaskan keyakinan yang kuat dan benar. Sehingga, gerakan fundamentalisme ini berupaya memperjuangkan agama untuk masuk ke dalam ranah politik.

Agama dan Demokrasi
Kaum fundamentalis menolak adanya demokrasi, karena menurut mereka, demokrasi tersebut berasal dari suara rakyat, bukan Tuhan. Sehingga, demokrasi haram hukumnya dan tidak boleh dianut oleh suatu negara. Hingga akhirnya pada tahun 1990an, gerakan agama yang memperjuangkan demokrasi untuk melawan otoritarisme muncul di negara-negara dunia ketiga. Menurut Huntington, nilai-nilai agama nyatanya tidak selalu bertolak belakang atau berbenturan dengan nilai-nilai demokrasi dan peradaban.

Respon Agama terhadap Globalisasi
Pengaruh globalisasi terhadap agama, setidaknya dapat dilihat dari munculnya dua respons agama yang tampaknya berlawanan. Agama-agama bisa saja merambah dunia global atau malah menentangnya. Yang pertama adalah jalan universalisme, yaitu pandangan kultural yang menegaskan bahwa kita semua ada dalam kebersamaan dan kita lebih baik belajar satu sama lain sehingga dapat menjalin suatu kerja sama. Namun, bisa juga muncul kecenderungan sebaliknya. Ideologi-ideologi agama bisa merespon konteks global baru dengan mengasingkan diri, sembari menekankan keberbedaan, yaitu dengan munculnya fundamentalis Islam, Kristen, Hindu, dan beragam fundamentalis nasionalisme. Sebenarnya, mereka merupakan ideologi yang berupaya mempertahankan hal-hal baik di masa lalu, akibat ketidakmampuannya membendung modernisasi dan globalisasi. Globalisasi dianggap memperluas jarak sosial antara yang kaya dan yang miskin. Selain itu, globalisasi juga dianggap hanya dapat menguntungkan kaum elite kapitalis semata.

Sumber:
Kuliah “Negara Agama dan Demokrasi”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar