Sabtu, 28 Mei 2011

PROMISE

Oleh: Dinar Prisca Putri

Krizan dan Eza sudah terbiasa bersama bahkan semenjak mereka berada di Sekolah Dasar. Perbedaan latar belakang di antara keduanya pun tak menjadi penghalang bagi mereka untuk menjalin sebuah hubungan persahabatan. Dan kini mereka telah duduk di bangku SMA. Namun ikatan yang sudah lama terbangun di antara keduanya harus terputus ketika Krizan terpaksa meninggalkan Jakarta dan tinggal bersama Pamannya di Surabaya, sepeninggal kedua orang tuanya dalam sebuah kecelakaan. Layaknya Eza, Krizan pun sangat menyukai hujan. Baginya, aroma hujan bagaikan surga. Itu sebabnya, gadis keturunan Cina itu berjanji akan kembali saat musim hujan tiba dan meminta Eza untuk selalu menunggunya di halte depan sekolah. Namun semenjak kepergiannya, Eza tak pernah bertemu Krizan lagi.

Enam tahun telah berlalu. Dan sesuai janjinya, Krizan kembali. Semuanya masih sama di matanya. Bahkan halte di depan sekolah juga tak berubah. Hanya saja, tak ada Eza yang sedia menunggunya di sana. Sampai di Panti Asuhan tempat Eza dibesarkan, seorang kepala asrama memberikan sebuah buku harian kepadanya. Lagi-lagi, Krizan tak menemukan Eza. Ibu asrama juga tak mengatakan apa-apa perihal laki-laki itu. Hanya buku harian milik Eza yang berada di tangannya kini. Laki-laki yang sudah menjadi sahabatnya sejak lama itu menulis tempat-tempat yang pernah mereka kunjungi bersama semasa kecil. Termasuk hutan di belakang sekolah. Gadis yang namaya menyerupai bunga Cryzantium itu menuju ke hutan, dengan harapan bahwa Eza juga berada di sana dan menunggunya. Ia menerobos jalanan hutan yang gelap, hingga menemukan seberkas sinar matahari di ujung jalan. Betapa terkejutnya dia ketika mendapati tempat itu berisikan penuh dengan bunga Cryzantium putih yang tumbuh dengan indahnya di sana. Krizan melanjutkan perjalanan dan menemukan Eza. Ya, dia benar-benar menemukannya. Namun yang dilihatnya hanya sebuah batu nisan bertuliskan “Eza Mahardika” yang berdiri dengan kokonhnya di atas gundukan tanah merah yang masih basah.

Dear, Krizanku...
Maafkan aku. Mungkin aku tak bisa menepati janjiku untuk menunggumu di setiap musim hujan tiba, di halte bus depan sekolah. Karena saat kau membaca halaman terakhir dari buku harian ini, mungkin kau sudah menemukan aku (jika kau beruntung). Tapi pada saat itu, kita tak bisa lagi bertatap muka atau bahkan sekedar berbincang-bincang ringan seperti dulu.
Sebelumnya Kuputuskan untuk menanam banyak sekali bunga Cryzantium putih untuk membunuh rasa rinduku padamu. Aku menyayangimu Krizan. Bahkan mungkin aku mulai mencintaimu sekarang. Dan perasaan itulah yang terus memberi aku kekuatan. Penyakit kanker yang bersarang di otakku, mengharuskan aku untuk melakukan operasi. Namun aku tak pernah melakukannya. Karena jika operasi itu berjalan lancar, aku akan kehilangan memori apapun di otakku, termasuk tentangmu, tentang kita. Dan aku tak mau. Aku ingin mengingat namamu sampai saat aku pergi nanti.
Selamat tinggal Krizan, kepalaku sudah bertambah sakit sekarang. Dan pertahananku nampaknya mulai terkikis secara perlahan. Permintaanku sangat sederhana. Ingatlah aku di saat kesenangan dan kesusahanmu,karena dengan begitu aku akan tetap hidup.
Eza Mahardika
Mei 2011


Air mata Krizan jatuh bersama rintihan hujan yang terus turun. Dan sekilas yang cepat, ia mlihat Eza berdiri di sampingnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar