Oleh: Dinar Prisca Putri (070912068)
Desain organisasi pada umumnya selalu mengikuti perencanaan karena organisasi harus menerapkan rencana strategisnya. Proses perencanaan tersebut yang akhirnya dapat menyebabkan pengubahan organisasi karena seringkali dipengaruhi oleh lingkungan eksternal dan kuat lemahnya suatu perusahaan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa perencanaan dan organisasi berkaitan erat satu sama lain, sehingga struktur orgnaisasi diperlakukan sebagai bagian yang integral dari proses perencanaan. Dalam mendesain struktur organisasi tersebut, manajemen dapat mengalami dua macam keprihatinan, yaitu (1) harus menemukan cara yang paling efektif untuk melakukan departementalisasi guna memanfaatkan efisiensi yang diperoleh dari spesialisasi tenaga kerja; dan (2) harus mengkoordinasi aktivitas dari departemen-departemen tersebut, guna membantu perusahaan mencapai tujuannya secara keseluruhan (Ball, 2007: 195).
Ketika aktivitas luar negeri suatu perusahaan berubah, organisasinya juga seringkali ikut berubah. Jika operasi luar negeri suatu perusahaan dinilai semakin penting dan semakin luas lingkupnya, kebnayakan manajemen merasakan kebutuhan untuk menghilangkan divisi internasional dan mendirikan organisasi tingkat dunia berdasarkan produk, kawasan atau fungsi (Ball, 2007: 196). Manajemen yang beralih pada struktur organisasi seperti ini, umumnya akan merasa (1) menjadi lebih mampu untuk mengembangkan strategi kompetitif untuk menghadapi persaingan global; (2) memperoleh biaya produksi yang lebih rendah dengan mempromosikan standardisasi produk dan rasionalitas manufaktur di seluruh dunia; serta (3) meningkatkan transfer teknologi dan alokasi dari sumber daya perusahaan (Ball, 2007: 195).
Bentuk perusahaan, diantaranya berupa perusahaan global-produk, perusahaan global-wilayah geografis, perusahaan global-fungsi, bentuk hibrida, organisasi matriks. Dalam struktur perusahaan yang berbentuk global-produk biasanya divisi produk domestik telah diberikan tanggung jawab atas operasi lini (Wild, 2008: 390). Dalam bentuk global saat ini, divisi produk bertanggung jawab atas operasi di tingkat dunia, seperti pemasaran dan produksi produk yang beradaa dalam kendalinya, dimana setiap divisi umumnya memiliki pakar wilayah. Sementara bentuk perusahaan global-wilayah geografis, dimana perusahaan-perusahaan yang wilayah regionalnya merupakan basis utama bagi divisi, meletakkan tanggung jawabnya atas seluruh aktivitas kepada manajer area yang melapor langsung ke CEO (Wild, 2008: 291). Dalam organisasi jenis ini, setiap negara di dunia jelas berada di bawah kendali seseorang yang berhubungan langsung dengan kantor pusat. Orgaisasi ini digunkan, baik oleh perusahaan multinasional maupun perusahaan global (Wild, 2008: 391).
Selain kedua bentuk sebelumnya, beberapa perusahaan juga diorganisasikan berdasarkan fungsinya di tingkat puncak. Perusahaan jenis tersebut yakin bahwa keahlian fungsional tingkat dunia adalah lebih signifikan bagi perusahaan dibandingkan dengan pengetahuan produk atau area (Wild, 2008: 392). Dalam jenis organisasi ini, mereka yang melapor ke CEO adalah eksekutif senior yang bertanggung jawab atas setiap bidang fungsional (pemasaran, produksi, keuangan). Sementara dalam organisasi hibrida, bauran dari bentuk-bentuk organisasi digunakan pada tingkat puncak dan bisa ada atau tidak ada di tingkatan yang lebih rendah. Kombinasi semacam itu seringkali merupakan hasil dari perusahaan yang diorganisasikan secara regional yang telah memproduksi lini produk baru dan berbeda, sehingga manajemen yakin bahwa hal tersebut paling baik ditangani oleh divisi produk tingkat dunia (Wild, 2008: 393).
Sedangkan organisasi matriks telah berevolusi menjadi usaha manajemen untuk mambaurkan keahlian dalam hal produk, wilayah dan fungsional, namun masih mempertahankan garis wewenang yang jelas. Bentuk organisasi ini disebut matriks karena organisasi didasarkan pada satu atau dua dimensi, digabungkan dengan organisasi yang didasarkan pada dimensi lain. Pada dasarnya, organisasi matriks adalah suatu struktur organisasi yang terdiri atas satu atau lebih struktur organisasional yang digabungkan dalam suatu usaha untuk mencampurkan keahlian produk, regional, fungsional dan keahlian lainnya (Wild, 2008: 393). Namun organisasi matriks ini sendiri tidak terlepas dari suatu permasalahan, dimana dua atau tiga manajer (jika matriks tersebut adalah matriks tiga dimensi) harus menyetujui suatu keputusan. Hal ini tentu saja dapat mengarah pada kompromi yang kurang optimal, respon yang tertunda dan politik kekuasaan, dimana lebih banyak perhatian diberikan pada proses dibandindingkan pada permasalahan yang ada (Wild, 2008: 394).
Di samping lima bentuk organisasi yang telah dijelaskan di atas, terdapat dua bentuk organisasi yang sekarang menerima perhatian dari banyak CEO, yaitu perusahaan virtual (maya) dan perusahaan horizontal. Perusahaan virtual yang juga disebut sebagai perusahaan jaringan adalah suatu organisasi yang mengoordinasikan aktivitas ekonomi untuk memberikan nilai bagi pelanggan menggunakan sumber daya di luar batasan-batasan tradisional dari organisasi (Wild, 2008: 395). Dengan kata lain, organisasi tersebut sampai pada titik tertentu mengandalkan pihak ketiga untuk melakukan bisnisnya. Sementara bentuk organisasi lainnya, yaitu perusahaan horizontal telah diadopsi oleh beberapa perusahaan global besar yang berorientasi pada teknologi dalam industri-industri yang sangat kompetitif seperti elektronik dan komputer (Wild, 2008: 397). Organisasi ini juga disebut sebagai “antiorganisasi” karena para perancangnya berusaha untuk menghilangkan hambatan-hambatan yang diakibatkan oleh struktur organisasi konvensional (Wild, 2008: 397). Dalam suatu perusahaan horizontal, karyawan di seluruh dunia menciptakan, membangun, dan memasarkan produk perusahaan melalui sistem saling keterkaitan yang ditanamkan dengan hati-hati.
Lantas bagaimana kelangsungan hidup perusahaan memasuki abad ke-21? Setiap perusahaan yang berhasil, menggunakan kontrol untuk merealisasikan rencananya, mengevaluasi efektivitasnya, membuat koreksi yang diinginkan dan mengevaluasi, serta menghargai atau mengoreksi kinerja eksekutif (Wild, 2008: 397). Masalah-masalah menjadi lebih rumit bagi suatu perusahaan internasional, dibandingkan dengan perusahaan yang hanya beroperasi di satu negara saja. Sebab-sebab yang memperumit masalah tersebut dapat meliputi bahasa, budaya dan sikap yang berbeda; mata uang, biaya tenaga kerja dan ukuran pasar yang berbeda; stabilitas politik dan keamanan yang berbeda; dan lain sebagainya (Wild, 2008: 397). Karena alasan-alasan itulah, perusahaan internasional lebih membutuhkan kontrol dibandingkan dengan perusahaan domestik.
Di lain pihak, sering sekali mendengar bahwa istilah anak perusahaan (subsidiary) dan perusahaan afiliasi (affiliates) digunakan secara bergantian. Oleh karena itu, pertama-tama harus diperiksa terlebih dahulu apakah kontrol dilakukan di anak perusahaan atau perusahaan afiliasi yang 100 persen dimiliki oleh perusahaan induk (Wild, 2008: 398). Hal ini dilakukan untuk menghindari komplikasi tambahan dari usaha patungan (joint venture) atau anak perusahaan yang tidak 100 persen dimiliki perusahaan induk. Lalu dimana keputusan diambil? Terdapat tiga kemungkinan, dimana dua diantaranya, seluruh keputusan diambil di kantor pusat dari perusahaan internasional atau ditingkat anak perusahaan. Terdapat beberapa variabel yang signifikan untuk menentukan keputusan yang mana di ambil dimana, yaitu berdasarkan (1) produk dan peralatan; (2) kompetensi dari manajemen anak perusahaan dan sejauh mana manajemen tersebut dapat diandalkan oleh kantor pusat perusahaan internasional; (3) ukuran dari perusahaan internasional dan seberapa lama hal tersebut dilakukan; (4) kerugian anak perusahaan demi keuntungan perusahaan; dan (5) frustasi anak perusahaan (Wild, 2008: 399).
Seluruh alasan untuk mengambil keputusan di kantor pusat perusahaan internasional, di kantor pusat anak perusahaan atau secara kooporatif berlaku dalam situasi joint venture. Tetapi masalahnya, kantor pusat hampir tidak pernah memiliki kebebasan dan fleksibilitas untuk bertindak dalam joint venture, sebagaimana di anak perusahaan dengan kepemilikan 100 persen (Wild, 2008: 402). Sementara mengenai kontrol yang dimiliki, jika kurang dari 50 persen saham dengan hak suara dan bahkan tanpa saham dengan hak suara, suatu perusahaan dapat memiliki kontrol. Beberapa metode untuk mempertahankan kontrol adalah berupa kontrak manajemen, pengendalian keuangan, pengendalian teknologi, dan penempatan orang-orang dari perusahaan internasional dalam posisi eksekutif penting (Wild, 2008: 403). Selain itu agar kontrol menjadi efektif, seluruh unit operasi dari suatu perusahaan internasional harus menyediakan laporan kepada kantor pusat tepat waktu, akurat, dan lengkap. Beberapa di antara jenis pelaporan yang diharuskan adalah berupa laporan keuangan, teknologi, peluang pasar, serta politik dan ekonomi (Wild, 2008: 403).
Di awal telah dibahas mengenai kontrol dalam kelompok perusahaan internasional yang terdiri atas induk perusahaan, anak perusahaan (subsidiary), perusahaan afiliasi, dan joint venture. Dapat disimpulkan bahwa hal tersebut tentu berkaitan dengan dimana keputusan diambil untuk beragam jenis subjek dalam situasi yang berbeda. Pelaporan yang tepat waktu dan kaurat kepada induk perusahaan diperlukan demi keberhasilan kelompok perusahaan internasional. Dapat dikatakan bahwa tren dalam bidang kontrol ini mengarah pada pengambilan keputusan yang tersentralisasi, dimana lebih banyak keputusan diambil oleh induk perusahaan.
Daftar Pustaka:
Ball, Donald E. 2007. International Business: Bisnis Internasional, Tantangan Persaingan Persaingan Global. Jakarta: Penerbit Salemba Empat.
Wild, John J., Wild, Kenneth L., & Han, Jerry C. Y. 2008. “International Strategy and Organization” dalam International Business: The Challenges of Globalization. New Jersey: Pearson Prentice Hall.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar