Oleh:
Dinar Prisca Putri
Mahasiswi Ilmu Hubungan Internasional FISIP UNAIR
“Let us heed the voice of the people and recognize their common sense. If we do not, we not only blaspheme our political heritage, we ignore the common ties that bind all Americans.”
(Barbara Jordan)
Barbara Charline Jordan merupakan wanita kulit hitam pertama yang berhasil duduk dalam senat pada tahun 1966. Wanita berdarah Afrika–Amerika ini, seperti yang telah tersebut sebelumnya, pernah mengatakan, “Perhatikanlah suara rakyat dan hargailah pikiran mereka. Jika kita tidak melakukannya, kita tidak hanya mengutuk warisan politik kita, kita mengabaikan pertalian yang mengikat seluruh rakyat Amerika.”
Dalam pernyataan yang disampaikan oleh Barbara Jordan tersebut, menurut saya tersembunyi sebuah arti bahwa Amerika tidak lagi menghiraukan suara rakyat sebagai pemegang kekuasaan tertinggi dalam suatu negara yang menganut paham demokrasi. Apalagi Amerika Serikat adalah salah satu negara yang paling getol mempromosikan sistem demokrasinya ke seluruh dunia. Keadaan yang seperti itu, menurut Barbara sama saja dengan tidak menghiraukan warisan politik Amerika sebagai sebuah negara demokrasi, sehingga keadaan tersebut secara tidak langsung dapat memutuskan ikatan yang telah terjalin antar warga negara Amerika. Tentu saja. Jika suatu pemerintahan demokrasi tidak mau lagi mendengarkan aspirasi rakyatnya, hal itu bisa saja menjadi momok yang dapat mengancam persatuan dan kesatuan nasional.
Lalu apakah makna sebenarnya yang tersembunyi dibalik demokrasi Amerika? Demokrasi dalam makna yang sesungguhnya sebagai sebuah kekuasaan rakyat, sebenarnya merupakan sebuah proses yang dialektis. Ia adalah hasil dari perjuangan antara rakyat sebagai sumber kekuasaan dan pemerintah yang menjalankan kekuasaan tersebut. Dalam makna ini, tak ada yang disebut pelimpahan kekuasaan dari rakyat kepada pemerintah. Yang ada adalah pendelegasian kekuasaan dari rakyat sebagai pemegang mandat kekuasaan kepada pemerintah.
Amerika Serikat adalah negara yang mengklaim paling demokratis, namun pada kenyataannya banyak hal yang bertolak belakang dengan hal itu. William R. Nylen dalam bukunya "Participatory Democracy versus Elitist Democracy: Lessons from Brazil" (2003), menyatakan bahwa demokrasi AS telah menyimpang dari pengertian demokrasi sebagai kekuasaan dari, oleh, dan untuk rakyat. Demokrasi Amerika telah menjadi kendaraan bagi elite untuk mengamankan dan meluaskan kepentingannya, sembari mengasingkan kepentingan mayoritas rakyat Amerika. Rakyat Amerika kini merasakan betapa negara telah menjadi begitu kuatnya sehingga suara mereka kalah kencang dibandingkan dengan suara birokrasi kekuasaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar